HOME | CARI ARTIKEL DI SINI

Minggu, 23 Agustus 2015

MELIHAT ALLAH MELALUI SIFAT & ZATNYA

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Melihat Allah SWT itu boleh dilakukan dengan dua macam. Pertama, melihat Jamalullah tanpa perantara cermin kalbu di akhirat (Alam Lahut). Kedua, melihat sifat Allah SWT di muka bumi dengan perantara cermin kalbu, yakni dengan penglihatan mata hati (fuad) dari pantulan cahaya Jamalullah.”
Allah SWT berfirman, “hatinya tidak berdusta terhadap apa yang dilihatnya,” (QS An-Najm [53]: 11)
Rasulullah SAW bersabda, “Al-mu’minu miratul-Mu’min. (Kalbu seorang mukmin adalan cermin daei Allah yang bersifat Al-Mukmin)” -HR Abu Dawud.
Kata “mu’min” yang pertama pada hadis di atas adalah kalbu hamba Allah yang beriman, sedangkan kata “al-Mu’min” yang kedua adalah Zat Allah yang memiliki sifat Al-Mukmin.
Penglihatan yang dimaksud di atas adalah penglihatan pada sifat-sifat Allah SWT dari segala sesuatu yang ada dan terjadi di muka bumi ini. Seperti hanyanya saat seseorang melihat sinar matahari dari misykat (lubang yang tidak tembus), maka bisa saja dia berkata “Aku melihat matahari dengan cara apa pun.”
Allah SWT memberi perumpamaan dalam Al-Quran: “Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti lubang yang tidak tembus di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca dan kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon zaitun.”(QS An-Nur [24]: 35).
Para ahli tasawuf mengatakan bahawa yang dimaksud dengan misykat adalah kalbu orang Mukmin. Sedangkan yang dimaksud dengan Sirr Al-Fuad (rahasia mata hati) yaitu Ruh Sulthani dalam diri manusia. Adapun Fuad adalah (mata hati) yang Allah sifati dengan gemerlapan kerana kekuatan yang luar biasa.
Di ayat itu pula, Allah SWT menjelaskan tentang sumber cahaya, yakni pohon talqin dan tauhid yang murni keluar dari Lisan Al-Qudsi tanpa perantara. Hal tersebut seperti saat Nabi Muhammad SAW menerima Al-Quran dari Allah secara utuh, kemudian malaikat Jibrail menyampaikan kepada Nabi secara berangsur-angsur untuk kemaslahatan umat dan meluruskan keingkaran orang kafir dan munafik.
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Sirrul Asrar
sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar