HOME | CARI ARTIKEL DI SINI

Selasa, 28 Juli 2015

TEKNIK SOLAT KHUSYUK DAN TAWAJJUH

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani pada penutup Surah Al-Fatihah dalam Tafsir Al-Jailani mengatakan: “Wahai para pengikut Muhammad yang selalu menuju pengesaan Zat, semoga Allah memudahkan urusanmu, hendaklah engkau merenungkan tujuh samudera yang meliputi tujuh ayat yang diulang-ulang dalam Al-Qur`an Al-Azhim yang merupakan cabang dari tujuh sifat Dzat Ilahi yang setara dengan tujuh lapis langit dan tujuh bintang semesta.
Renungkanlah ayat-ayat ini dengan sungguh-sungguh, lalu jadikanlah dirimu seperti yang dilambangkan di dalamnya, niscaya engkau akan selamat dari tujuh jurang jahanam yang menghalangi manusia mencapai syurga Zat, yang menjadi tempat musnahnya semua atribute dan keberbilangan.
Tentu saja renungan dan tadabbur seperti itu tidaklah mudah bagi mu kecuali setelah engkau membersihkan lahiriahmu dengan syariat Rasulullah saw yang bersumber dari Al-Qur`an, serta membersihkan batiniahmu dengan mengikuti akhlak Rasulullah SAW yang berasal dari kandungan Al-Qur`an. Kerana Al-Qur`an yang menjadi penyatu kedua sisi akhlak Rasulullah saw, lahir dan batin; serta turun dari Rabb-nya yang telah menunjuknya sebagai khalifah di bumi.
Al-Qur`an adalah akhlak Allah swt yang diturunkan kepada Nabi-Nya. Maka siapapun yang berakhlak dengan Al-Qur`an, pasti akan beruntung seperti beruntungnya Rasulullah SAW. Itulah sebabnya Rasulullah bersabda: "Berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah", kerana memang itulah yang diingatkan di dalam Al-Qur`an.
Surah al-Fatihah menjadi bahagian paling terpilih dari seluruh isi al-Qur`an dengan bentuk yang paling mudah dan pemaparan yang paling jelas. Siapapun yang merenungi surah ini pasti akan mendapatkan apa yang dapat didapatkannya dari seluruh isi Al-Qur`an. Itulah sebabnya surah ini wajib dibaca ketika hamba bertawajuh (memusatkan) kepada Zat Tunggal yang oleh syariat disebut dengan istilah "solâh".
Solat merupakan mi'raj bagi mereka yang menuju kepada-Nya, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW: "Solat adalah mi'raj orang mukmin." Rasulullah juga bersabda: "Tidak sah solat kecuali dengan membaca Fâtihah al-Kitâb."
Oleh sebab itu, maka bagi engkau yang sedang melakukan solat dengan menghadap ke arah Ka'bah yang sejati atau kiblat yang hakiki, hendaklah engkau melaksanakan solat wajib dengan tekun yang dapat mendekatkan anda kepada kiblat hakiki, sehingga engkau dapat meraih hikmah dan rahsia-rahsia yang terkandung di penetapan kewajiban solat oleh syariat. Kerana jika engkau ingin mendekatinya atau menghadap ke pintu kiblat hakiki itu, engkau harus terlebih dulu berwudhu dan menyucikan diri dari segala kotoran baik yang lahir maupun yang batin.
Kemudian engkau harus membersihkan dirimu dari segala bentuk syahwat, sehingga engkau akan dapat memulai takbiratul ihram tanpa waswas syaitan yang membaca dengan hawa nafsu yang menyesatkan. Ketika Anda melafazkan takbiratul ihram, ingatlah bahawa engkau telah mengharamkan terhadap dirimu segala kehidupan dunia yang engkau miliki:
Bacaan "Allahu Akbar" harus engkau perhatikan maknanya. Yaitu bahawa Dia adalah Zat Maha Agung Maha Besar di dalam Zat-Nya yang tidak dinisbahkan kepada yang selain Dia, kerana mereka tidak ada yang selain Dia.
Lakukan ini sebagai karaktermu, bukan untuk mencari keutamaan. Jadikanlah ia sebagai pusat dari konsentrasimu dan inti dari semua tujuan yang engkau inginkan.
Ketika engkau melafazkan "Bismillâh" demi mencari anugerah dan berkat, maka gerakkanlah hasrat dan mahabbah (cinta) engkau hanya kepada Allah.
Ketika engkau melafazkan "Ar-Rahmân", engkau sedang menghirupnya dari nafas kasih sayang Allah yang akan membantu engkau untuk naik ke sisi-Nya.
Ketika engkau mengucapkan "Ar-Rahîm", engkau merasa nyaman dengan hembusan kelembutan rahmat-Nya. Engkau datang dengan maqam memohon kelembutan Allah SWT sembari menghitung nikmat yang sudah Dia berikan kepada Anda.
Ketika engkau bersyukur atas nikmat Allah dengan merapalkan "Al-Hamdulillâh", engkau telah bertawasul kepada-Nya dengan bersyukur atas nikmat-Nya.
Ketika engkau melafazkan "Rabb al-'âlamîn", engkau mengakui sepenuhnya atas kecakupan, dan keliputan-Nya terhadap seluruh semesta.
Ketika engkau melafazkan "Ar-Rahmân", engkau memohon keluasan rahmat Allah dan keumuman kasih sayang-Nya. Ketika engkau merapalkan "Ar-Rahîm", engkau selamat dari azab yang pedih berupa sikap berpaling kepada yang selain Allah yang Maha Benar. Engkau telah sampai kepada-Nya setelah sebelumnya terpindah dari-Nya. Bahkan engkau telah berhubunganya dengan-Nya.
Ketika engkau melafazkan "Mâliki yaum ad-dîn", engkau telah memutuskan hubungan dengan segala sebab asbâb secara mutlak dan engkau teguhkan maqam kasyf (penyingkapan) dan syuhûd (kesaksian). Ketika tampak kepada engkau sesuatu yang tampak bagi engkau, maka di maqam itu engkau boleh berkata dengan segenap jiwa-raga: "Iyyâka na'budu", hanya kepada-Mu kami menyembah; "wa iyyâka nasta'în", hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.
Ketika engkau melafazkan "ihdina-sh-shirâth al-mustaqîm", engkau telah meneguhkan maqam ubudiyyah (penghambaan).
Ketika anda melafazkan "shirath al-ladzîna an'amta 'alaihim", engkau telah meneguhkan maqam al-jami' (penyatuan).
Ketika engkau melafazkan "ghair al-maghdhûb 'alaihim", engkau telah menyatakan takut dari kekuatan kekuasaan sifat-sifat Allah yang agung.
Ketika anda melafazkan "walâ adh-dhâllîn", anda menyatakan takut mundur lagi setelah sampai di tujuan.
Ketika engkau melafazkan "âmîn", engkau telah aman dari syaitan yang terkutuk.
Hendaklah engkau solat dengan cara seperti yang disebutkan di atas, agar shalat engkau dapat menjadi mi'raj ke puncak Zat Tunggal dan tangga menuju Langit Keabadian; serta dapat menjadi kunci bagi khazanah azali yang abadi.
Semua itu tentu tidaklah mudah kecuali setelah engkau mampu mematikan keinginan engkau dari berbagai bentuk tuntutan sifat-sifat kemanusiaan (keakuanmu) dan berakhlak dengan akhlak yang diredhai serta sifat terpuji.
Kecenderungan hati seperti ini tidak akan pernah engkau raih kecuali setelah engkau melakukan uzlah melarikan diri dari orang-orang yang tenggelam dalam kealpaan serta memutuskan diri dari mereka dan dari gangguan berikut adat-kebiasaan mereka yang buruk. Kalau itu tidak dapat engkau lakukan, maka tabiat manusia selalu ingin mencuri, penyakit selalu menyerang, dan nafsu selalu mendorong ke arah keburukan serta jauh dari sang Maula.
Semoga Allah melindungi kita dari kejahatan nafsu serta menyelamatkan kita dari tipu-dayanya melalui anugerah-Nya.”
--Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani.
sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar