Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani pada penutup Surah Al-Fatihah dalam Tafsir Al-Jailani mengatakan: “Wahai para pengikut Muhammad yang
selalu menuju pengesaan Zat, semoga Allah memudahkan urusanmu,
hendaklah engkau merenungkan tujuh samudera yang meliputi tujuh ayat
yang diulang-ulang dalam Al-Qur`an Al-Azhim yang merupakan cabang dari
tujuh sifat Dzat Ilahi yang setara dengan tujuh lapis langit dan tujuh
bintang semesta.
Renungkanlah ayat-ayat ini dengan sungguh-sungguh, lalu jadikanlah
dirimu seperti yang dilambangkan di dalamnya, niscaya engkau akan
selamat dari tujuh jurang jahanam yang menghalangi manusia mencapai
syurga Zat, yang menjadi tempat musnahnya semua atribute dan
keberbilangan.
Tentu saja renungan dan tadabbur seperti itu
tidaklah mudah bagi mu kecuali setelah engkau membersihkan lahiriahmu
dengan syariat Rasulullah saw yang bersumber dari Al-Qur`an, serta
membersihkan batiniahmu dengan mengikuti akhlak Rasulullah SAW yang
berasal dari kandungan Al-Qur`an. Kerana Al-Qur`an yang menjadi penyatu
kedua sisi akhlak Rasulullah saw, lahir dan batin; serta turun dari
Rabb-nya yang telah menunjuknya sebagai khalifah di bumi.
Al-Qur`an adalah akhlak Allah swt yang diturunkan kepada Nabi-Nya. Maka
siapapun yang berakhlak dengan Al-Qur`an, pasti akan beruntung seperti
beruntungnya Rasulullah SAW. Itulah sebabnya Rasulullah bersabda:
"Berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah", kerana memang itulah yang
diingatkan di dalam Al-Qur`an.
Surah al-Fatihah menjadi bahagian
paling terpilih dari seluruh isi al-Qur`an dengan bentuk yang paling
mudah dan pemaparan yang paling jelas. Siapapun yang merenungi surah ini
pasti akan mendapatkan apa yang dapat didapatkannya dari seluruh isi
Al-Qur`an. Itulah sebabnya surah ini wajib dibaca ketika hamba
bertawajuh (memusatkan) kepada Zat Tunggal yang oleh syariat disebut
dengan istilah "solâh".
Solat merupakan mi'raj bagi mereka yang
menuju kepada-Nya, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:
"Solat adalah mi'raj orang mukmin." Rasulullah juga bersabda: "Tidak sah
solat kecuali dengan membaca Fâtihah al-Kitâb."
Oleh sebab itu,
maka bagi engkau yang sedang melakukan solat dengan menghadap ke arah
Ka'bah yang sejati atau kiblat yang hakiki, hendaklah engkau
melaksanakan solat wajib dengan tekun yang dapat mendekatkan anda kepada
kiblat hakiki, sehingga engkau dapat meraih hikmah dan rahsia-rahsia
yang terkandung di penetapan kewajiban solat oleh syariat. Kerana jika
engkau ingin mendekatinya atau menghadap ke pintu kiblat hakiki itu,
engkau harus terlebih dulu berwudhu dan menyucikan diri dari segala
kotoran baik yang lahir maupun yang batin.
Kemudian engkau harus
membersihkan dirimu dari segala bentuk syahwat, sehingga engkau akan
dapat memulai takbiratul ihram tanpa waswas syaitan yang membaca dengan
hawa nafsu yang menyesatkan. Ketika Anda melafazkan takbiratul ihram,
ingatlah bahawa engkau telah mengharamkan terhadap dirimu segala
kehidupan dunia yang engkau miliki:
Bacaan "Allahu Akbar" harus
engkau perhatikan maknanya. Yaitu bahawa Dia adalah Zat Maha Agung Maha
Besar di dalam Zat-Nya yang tidak dinisbahkan kepada yang selain Dia,
kerana mereka tidak ada yang selain Dia.
Lakukan ini sebagai
karaktermu, bukan untuk mencari keutamaan. Jadikanlah ia sebagai pusat
dari konsentrasimu dan inti dari semua tujuan yang engkau inginkan.
Ketika engkau melafazkan "Bismillâh" demi mencari anugerah dan berkat,
maka gerakkanlah hasrat dan mahabbah (cinta) engkau hanya kepada Allah.
Ketika engkau melafazkan "Ar-Rahmân", engkau sedang menghirupnya dari
nafas kasih sayang Allah yang akan membantu engkau untuk naik ke
sisi-Nya.
Ketika engkau mengucapkan "Ar-Rahîm", engkau merasa
nyaman dengan hembusan kelembutan rahmat-Nya. Engkau datang dengan maqam
memohon kelembutan Allah SWT sembari menghitung nikmat yang sudah Dia
berikan kepada Anda.
Ketika engkau bersyukur atas nikmat Allah
dengan merapalkan "Al-Hamdulillâh", engkau telah bertawasul kepada-Nya
dengan bersyukur atas nikmat-Nya.
Ketika engkau melafazkan "Rabb
al-'âlamîn", engkau mengakui sepenuhnya atas kecakupan, dan
keliputan-Nya terhadap seluruh semesta.
Ketika engkau melafazkan
"Ar-Rahmân", engkau memohon keluasan rahmat Allah dan keumuman kasih
sayang-Nya. Ketika engkau merapalkan "Ar-Rahîm", engkau selamat dari
azab yang pedih berupa sikap berpaling kepada yang selain Allah yang
Maha Benar. Engkau telah sampai kepada-Nya setelah sebelumnya terpindah
dari-Nya. Bahkan engkau telah berhubunganya dengan-Nya.
Ketika
engkau melafazkan "Mâliki yaum ad-dîn", engkau telah memutuskan hubungan
dengan segala sebab asbâb secara mutlak dan engkau teguhkan maqam
kasyf (penyingkapan) dan syuhûd (kesaksian). Ketika tampak kepada engkau
sesuatu yang tampak bagi engkau, maka di maqam itu engkau boleh berkata
dengan segenap jiwa-raga: "Iyyâka na'budu", hanya kepada-Mu kami
menyembah; "wa iyyâka nasta'în", hanya kepada-Mu kami memohon
pertolongan.
Ketika engkau melafazkan "ihdina-sh-shirâth al-mustaqîm", engkau telah meneguhkan maqam ubudiyyah (penghambaan).
Ketika anda melafazkan "shirath al-ladzîna an'amta 'alaihim", engkau telah meneguhkan maqam al-jami' (penyatuan).
Ketika engkau melafazkan "ghair al-maghdhûb 'alaihim", engkau telah
menyatakan takut dari kekuatan kekuasaan sifat-sifat Allah yang agung.
Ketika anda melafazkan "walâ adh-dhâllîn", anda menyatakan takut mundur lagi setelah sampai di tujuan.
Ketika engkau melafazkan "âmîn", engkau telah aman dari syaitan yang terkutuk.
Hendaklah engkau solat dengan cara seperti yang disebutkan di atas,
agar shalat engkau dapat menjadi mi'raj ke puncak Zat Tunggal dan tangga
menuju Langit Keabadian; serta dapat menjadi kunci bagi khazanah azali
yang abadi.
Semua itu tentu tidaklah mudah kecuali setelah
engkau mampu mematikan keinginan engkau dari berbagai bentuk tuntutan
sifat-sifat kemanusiaan (keakuanmu) dan berakhlak dengan akhlak yang
diredhai serta sifat terpuji.
Kecenderungan hati seperti ini
tidak akan pernah engkau raih kecuali setelah engkau melakukan uzlah
melarikan diri dari orang-orang yang tenggelam dalam kealpaan serta
memutuskan diri dari mereka dan dari gangguan berikut adat-kebiasaan
mereka yang buruk. Kalau itu tidak dapat engkau lakukan, maka tabiat
manusia selalu ingin mencuri, penyakit selalu menyerang, dan nafsu
selalu mendorong ke arah keburukan serta jauh dari sang Maula.
Semoga Allah melindungi kita dari kejahatan nafsu serta menyelamatkan kita dari tipu-dayanya melalui anugerah-Nya.”
--Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar