Jika cintamu kepada Rasulullah SAW seperti cintamu kepada air dingin itu, engkau akan bermimpi bertemu Rasulullah SAW.”
Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar At-Tijani (1150 H/1737 M) adalah
imam besaar yang diyakini sebagai seorang wali quthb. Sejak usia tujuh
tahun Syaikh At-Tijani telah hafal Al-Qur’an. Kemudian pada usia dua
puluh tahun ia telah mendalami berbagai cabang ilmu; baik ilmu ushul,
ilmu furu’, maupun ilmu adab. Menginjak usia tiga puluh satu tahun,
Syaikh At-Tijani mendalami ilmu tasawuf dan terjun dalam dunia sufi
sampai memasuki usia empat puluh enam tahun. Ia membersihkan jiwa,
tenggelam dalam mengamalkan amalan thariqah dibarengi kunjungan kepada
para wali besar di berbagai belahan daerah, seperti Tunisia, Mesir,
Makkah, Madinah, Fez (Maroko), dan Abu Samghun. Kunjungan kepada
wali-wali besar itu dalam upaya silaturahim dan menapaki hikmah-hikmah
kewalian secara lebih luas.
Pada saat itu para wali besar telah melihat dan mengakui bahwa Syaikh At-Tijani adalah wali besar, bahkan lebih tinggi derajatnya dari yang lain. Ungkapan kesaksian demikian karena di dunia sufi diakui bahwa derajat kewalian hanya bisa diketahui oleh sesama wali, yang hakikatnya berasal dari Allah SWT. Derajat wali, semata karena Allah, anugerah dari Allah, tidak bisa diketahui kecuali atas kehendak Allah.
Proses panjang Syaikh At-Tijani menapaki hikmah-hikmah kewalian melalui perjalanan panjang mengunjungi para awliya’ besar, berakhir di sebuah padang sahara bernama Abu Samghun di wilayah Aljazair. Syaikh At-Tijani mengunjungi daerah Abu Samghun pada tahun 1196 H/1782 M. Di tempat inilah ia mencapai anugerah al-fath al-akbar (pembukaan besar) dari Allah.
Pada saat al-fath al-akbar ini Syaikh At-Tijani mengaku berjumpa dengan Rasulullah SAW secara yaqzhah, sadar lahir dan bathin. Pada saat itu ia mendapat talqin (pengajaran) tentang wirid-wirid dari Rasulullah SAW berupa istighfar 100 kali dan shalawat 100 kali. Empat tahun kemudian, pada tahun 1200 H/1786 M, wirid itu disempurnakan lagi oleh Rasulullah SAW dengan bacaan dzikir Hailalah (La ilaha illallah) 100 kali. Wirid-wirid yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW melalui perjumpaan secara yaqzhah inilah yang menjadi awal mula berdirinya Thariqah At-Tijaniyah.
Penggalan kisah perjalanan ruhani Syaikh At-Tijani di atas hingga bertemu dengan Rasulullah SAW dalam keadaan sadar lahir bathin adalah anugerah Ilahiyah hasil dari perjalanan panjang yang tidak setiap orang dapat melakukannya, kecuali mereka yang terpilih sebagai kekasih-kekasih Allah.
Bertemu dengan Rasulullah SAW seperti yang dialami oleh Syaikh At-Tijani hanyalah satu dari berjuta lembaran riwayat yang mencatatkan perjumpaan terindah antara sang kekasih dengan tumpuan hatinya, antara perindu dengan kekasih tercintanya, dan antara umat yang teramat sayang dan rindu kepada nabinya, insan termulia, manusia pilihan, kekasih Tuhan semesta alam, habibuna Muhammad Rasulullah SAW.
Diriwayatkan, seorang waliyullah diberikan kecintaan lebih kepada Allah. Wali itu bernama Syaikh Balwas. Dinamakan “Syaikh Balwas” karena kelebihan cintanya itu kepada Allah. Ia melakukan hijrah ke sebuah gua, yang akhirnya ia dicerca dan dibenci oleh keluarganya, saudaranya, lingkungannya. Mirip yang dialami oleh Nabi Ayub AS.
Rindunya kepada Rasulullah SAW berapi-api hingga suatu ketika Allah mengilhamkan bacaan shalawat kepadanya, yang ternyata kelebihannya luar biasa bagi yang mengamalkannya. Syaikh Balwas merenungkan ayat Allah tentang kejadian manusia yang diumpamakan seekor burung kepada Nabi Ibrahim AS. Burung tersebut dipotong menjadi beberapa bagian, kemudian dihidupkan kembali.
“Ya Allah, semua orang adalah faqir (tidak punya). Nabi Khidhir juga faqir. Hanya Engkaulah Yang Mahakaya. Maka aku ingin bertemu dengan Rasulullah SAW secara yaqzhah,” ujar Syaikh Balwas suatu ketika.
Maka seluruh apa yang dimilikinya diberikan kepada orang lain. Termasuk istrinya, diserahkan kepada pihak kesultanan.
“Dan aku ini budak siapa pun,” kata Syaikh Balwas. Maka setiap ada yang meminta bantuannya karena Allah, ia menyerahkan dirinya untuk membantunya. Perilaku ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Khidhir AS.
Kemudian, datanglah Rasulullah SAW menjumpai Syaikh Balwas dalam keadaan sadar. Beliau memberikan bacaan shalawat kepadanya. Rasulullah SAW memerintahkan kepada Syaikh Balwas untuk membacanya sebanyak 20.000 kali.
Berkata Syaikh Balwas, “Aku mengerjakannya dalam sehari semalam.” Lalu datanglah seseorang membawakan uang 20.000 dinar kepadanya.
Syaikh Balwas hidup pada masa Syaikh Samman Al-Madani. Ia adalah orang yang tidak mengetahui bahwa dirinya adalah seorang wali Allah. Kisah ini termasyhur di kalangan pengikut Thariqah Idrisiyah.
Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani, dalam kitabnya Afdhal ash-Shalawat ‘ala Sayyid as-Sadat, menukil riwayat dari Syaikh Ahmad Al-Mubarak dalam kitab Al-Ibriz, meriwayatkan ihwal gurunya, Syaikh Al-Ghawts Abdul Aziz Ad-Dabbagh, yang menceritakan bahwa Nabi Khidhir AS memberinya satu wiridan, pada masa awal perjalanan kewaliannya, untuk diamalkan setiap hari dengan membacanya sebanyak 7000 kali. Wiridan itu berupa doa yang berbunyi, “Ya Allah, ya Tuhanku, dengan kedudukan penghulu kami, Nabi Muhammad bin Abdullah, kumpulkanlah aku bersama Nabi Muhammad di dunia sebelum di akhirat.”
Syaikh Abdul Aziz kemudian mendawamkan wirid ini sebagaimana dianjurkan oleh Nabi Khidhir AS hingga ia bertemu dengan Nabi SAW dalam keadaan sadar. Dalam pertemuan itu, Syaikh Abdul Aziz menanyakan kepada Nabi SAW berbagai permasalahan. Kemudian Nabi pun menjawab berbagai permasalahan yang diajukan tersebut dengan jawaban yang tidak satu pun bertentangan dengan penjelasan yang disebutkan oleh para imam, padahal Syaikh Abdul Aziz adalah orang yang ummi, tidak dapat membaca ataupun menulis.
Selain itu, Syaikh Yusuf An-Nabhani mengisahkan juga perjumpaannya dengan Syaikh Mahmud Al-Kurdi di makam Nabi SAW. Syaikh Kurdi menyatakan, dirinya selalu berjumpa dengan Nabi SAW dan berdialog dengan beliau. Pernah juga Syaikh Kurdi datang ke makam Nabi SAW dan dikatakan kepadanya bahwa beliau SAW sedang berkunjung kepada pamannya, Hamzah bin Abdul Muththallib. Syaikh Kurdi juga menceritakan berbagai hal yang dialaminya bersama Rasulullah SAW selama itu. “Dan aku meyakini hal itu dan membenarkan apa yang diceritakannya itu, karena beliau termasuk salah satu ulama shadiqin,” kata Syaikh Yusuf menegaskan.
Dalam kitab yang sama, Syaikh Yusuf juga menukilkan riwayat dari Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami, menghikayatkan dari Syaikh Ibnu Abi Jumrah, Syaikh Al-Bazi, Syaikh Al-Yafi, dan yang lainnya dari kalangan tabi‘in dan juga generasi sesudah mereka, bahwa mereka telah bertemu Nabi SAW dalam mimpi dan kemudian bertemu dengan beliau dalam keadaan sadar. Mereka bertanya kepada Nabi SAW tentang perkara-perkara yang ghaib dan beliau pun menjawabnya. Dan apa yang terjadi kemudian adalah seperti apa yang dikhabarkan oleh Nabi SAW.
sumber
Pada saat itu para wali besar telah melihat dan mengakui bahwa Syaikh At-Tijani adalah wali besar, bahkan lebih tinggi derajatnya dari yang lain. Ungkapan kesaksian demikian karena di dunia sufi diakui bahwa derajat kewalian hanya bisa diketahui oleh sesama wali, yang hakikatnya berasal dari Allah SWT. Derajat wali, semata karena Allah, anugerah dari Allah, tidak bisa diketahui kecuali atas kehendak Allah.
Proses panjang Syaikh At-Tijani menapaki hikmah-hikmah kewalian melalui perjalanan panjang mengunjungi para awliya’ besar, berakhir di sebuah padang sahara bernama Abu Samghun di wilayah Aljazair. Syaikh At-Tijani mengunjungi daerah Abu Samghun pada tahun 1196 H/1782 M. Di tempat inilah ia mencapai anugerah al-fath al-akbar (pembukaan besar) dari Allah.
Pada saat al-fath al-akbar ini Syaikh At-Tijani mengaku berjumpa dengan Rasulullah SAW secara yaqzhah, sadar lahir dan bathin. Pada saat itu ia mendapat talqin (pengajaran) tentang wirid-wirid dari Rasulullah SAW berupa istighfar 100 kali dan shalawat 100 kali. Empat tahun kemudian, pada tahun 1200 H/1786 M, wirid itu disempurnakan lagi oleh Rasulullah SAW dengan bacaan dzikir Hailalah (La ilaha illallah) 100 kali. Wirid-wirid yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW melalui perjumpaan secara yaqzhah inilah yang menjadi awal mula berdirinya Thariqah At-Tijaniyah.
Penggalan kisah perjalanan ruhani Syaikh At-Tijani di atas hingga bertemu dengan Rasulullah SAW dalam keadaan sadar lahir bathin adalah anugerah Ilahiyah hasil dari perjalanan panjang yang tidak setiap orang dapat melakukannya, kecuali mereka yang terpilih sebagai kekasih-kekasih Allah.
Bertemu dengan Rasulullah SAW seperti yang dialami oleh Syaikh At-Tijani hanyalah satu dari berjuta lembaran riwayat yang mencatatkan perjumpaan terindah antara sang kekasih dengan tumpuan hatinya, antara perindu dengan kekasih tercintanya, dan antara umat yang teramat sayang dan rindu kepada nabinya, insan termulia, manusia pilihan, kekasih Tuhan semesta alam, habibuna Muhammad Rasulullah SAW.
Diriwayatkan, seorang waliyullah diberikan kecintaan lebih kepada Allah. Wali itu bernama Syaikh Balwas. Dinamakan “Syaikh Balwas” karena kelebihan cintanya itu kepada Allah. Ia melakukan hijrah ke sebuah gua, yang akhirnya ia dicerca dan dibenci oleh keluarganya, saudaranya, lingkungannya. Mirip yang dialami oleh Nabi Ayub AS.
Rindunya kepada Rasulullah SAW berapi-api hingga suatu ketika Allah mengilhamkan bacaan shalawat kepadanya, yang ternyata kelebihannya luar biasa bagi yang mengamalkannya. Syaikh Balwas merenungkan ayat Allah tentang kejadian manusia yang diumpamakan seekor burung kepada Nabi Ibrahim AS. Burung tersebut dipotong menjadi beberapa bagian, kemudian dihidupkan kembali.
“Ya Allah, semua orang adalah faqir (tidak punya). Nabi Khidhir juga faqir. Hanya Engkaulah Yang Mahakaya. Maka aku ingin bertemu dengan Rasulullah SAW secara yaqzhah,” ujar Syaikh Balwas suatu ketika.
Maka seluruh apa yang dimilikinya diberikan kepada orang lain. Termasuk istrinya, diserahkan kepada pihak kesultanan.
“Dan aku ini budak siapa pun,” kata Syaikh Balwas. Maka setiap ada yang meminta bantuannya karena Allah, ia menyerahkan dirinya untuk membantunya. Perilaku ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Khidhir AS.
Kemudian, datanglah Rasulullah SAW menjumpai Syaikh Balwas dalam keadaan sadar. Beliau memberikan bacaan shalawat kepadanya. Rasulullah SAW memerintahkan kepada Syaikh Balwas untuk membacanya sebanyak 20.000 kali.
Berkata Syaikh Balwas, “Aku mengerjakannya dalam sehari semalam.” Lalu datanglah seseorang membawakan uang 20.000 dinar kepadanya.
Syaikh Balwas hidup pada masa Syaikh Samman Al-Madani. Ia adalah orang yang tidak mengetahui bahwa dirinya adalah seorang wali Allah. Kisah ini termasyhur di kalangan pengikut Thariqah Idrisiyah.
Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani, dalam kitabnya Afdhal ash-Shalawat ‘ala Sayyid as-Sadat, menukil riwayat dari Syaikh Ahmad Al-Mubarak dalam kitab Al-Ibriz, meriwayatkan ihwal gurunya, Syaikh Al-Ghawts Abdul Aziz Ad-Dabbagh, yang menceritakan bahwa Nabi Khidhir AS memberinya satu wiridan, pada masa awal perjalanan kewaliannya, untuk diamalkan setiap hari dengan membacanya sebanyak 7000 kali. Wiridan itu berupa doa yang berbunyi, “Ya Allah, ya Tuhanku, dengan kedudukan penghulu kami, Nabi Muhammad bin Abdullah, kumpulkanlah aku bersama Nabi Muhammad di dunia sebelum di akhirat.”
Syaikh Abdul Aziz kemudian mendawamkan wirid ini sebagaimana dianjurkan oleh Nabi Khidhir AS hingga ia bertemu dengan Nabi SAW dalam keadaan sadar. Dalam pertemuan itu, Syaikh Abdul Aziz menanyakan kepada Nabi SAW berbagai permasalahan. Kemudian Nabi pun menjawab berbagai permasalahan yang diajukan tersebut dengan jawaban yang tidak satu pun bertentangan dengan penjelasan yang disebutkan oleh para imam, padahal Syaikh Abdul Aziz adalah orang yang ummi, tidak dapat membaca ataupun menulis.
Selain itu, Syaikh Yusuf An-Nabhani mengisahkan juga perjumpaannya dengan Syaikh Mahmud Al-Kurdi di makam Nabi SAW. Syaikh Kurdi menyatakan, dirinya selalu berjumpa dengan Nabi SAW dan berdialog dengan beliau. Pernah juga Syaikh Kurdi datang ke makam Nabi SAW dan dikatakan kepadanya bahwa beliau SAW sedang berkunjung kepada pamannya, Hamzah bin Abdul Muththallib. Syaikh Kurdi juga menceritakan berbagai hal yang dialaminya bersama Rasulullah SAW selama itu. “Dan aku meyakini hal itu dan membenarkan apa yang diceritakannya itu, karena beliau termasuk salah satu ulama shadiqin,” kata Syaikh Yusuf menegaskan.
Dalam kitab yang sama, Syaikh Yusuf juga menukilkan riwayat dari Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami, menghikayatkan dari Syaikh Ibnu Abi Jumrah, Syaikh Al-Bazi, Syaikh Al-Yafi, dan yang lainnya dari kalangan tabi‘in dan juga generasi sesudah mereka, bahwa mereka telah bertemu Nabi SAW dalam mimpi dan kemudian bertemu dengan beliau dalam keadaan sadar. Mereka bertanya kepada Nabi SAW tentang perkara-perkara yang ghaib dan beliau pun menjawabnya. Dan apa yang terjadi kemudian adalah seperti apa yang dikhabarkan oleh Nabi SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar