Tiap tahun menjelang Bulan Suci Ramadhan, Kota Palembang dibanjiri
ulama, habaib dan kyai dari penjuru tanah air dan luar negeri yang
menyempatkan diri menghadiri Haul dan Ziarah Kubra Ulama dan Auliya
Palembang Darussalam.
Suasana berbeda seringkali terjadi pada hari-hari terakhir Bulan
Sya’ban. Hari-hari tersebut dimanfaatkan oleh kaum muslimin untuk
berziarah, baik menziarahi makam anggota keluarga yang telah mendahului,
maupun ke makam ulama dan para wali Allah. Suasana tersebut juga
dirasakan di Kota Palembang, terlebih dengan digelarnya Ziarah Kubra
Ulama dan Auliya Palembang Darussalam yang biasanya diadakan seminggu
menjelang masuknya Bulan Ramadhan.
Pada tahun ini Ziarah Kubra akan dilaksanakan pada Hari Minggu, 2
September 2007 M / 20 Sya’ban 1428 H. Namun sehari sebelumnya yaitu
Hari Sabtu, 1 September 2007 M / 19 Sya’ban 1427 H di kota ini juga
akan digelar Haul seorang Waliyullah besar yang menjadi penghulu
sebagian nasab keturunan Alawiyyin. Beliau adalah Al-Faqihil Muqaddam
Tsani Al-Habib Abdurrahman As-Seggaf bin Muhammad Maula Ad-Dawilaih R.A.
yang merupakan salah seorang tokoh para wali dan ulama dari Ahlil Bait
Alawiyyin. Beliau wafat dan dimakamkan di pemakaman Zanbal di kota Tarim
(Hadramaut – Yaman) pada tahun 819 H.
Acara Ziarah Kubra merupakan salah satu tradisi turun temurun,
terutama bagi kaum alawiyyin yang bermukim di Kota Palembang maupun
masyarakat pencinta ulama dan wali-wali Allah. Acara ini juga melibatkan
keluarga Kesultanan Palembang Darussalam mengingat eratnya hubungan
kekeluargaan kaum alawiyyin dengan para sultan di Kesultanan Palembang
Darussalam.
Sebagai acara pertama dari rangkaian ziarah kubra ini adalah Haul
Al-‘Arif Billah Al-Habib Abdullah bin Idrus Shahab dan Al-‘Arif
Billah Al-Habib Abdurrahman bin Hamid. Al-Habib Abdullah bin Idrus
merupakan salah satu tokoh kebanggaan masya-rakat Palembang, semasa
hidupnya ia mempunyai kedudukan yang tinggi disebabkan ilmu dan
akhlaknya yang mulia, itu terjadi dimanapun ia berada, bahkan di
Hadhramaut sendiri pun ia mendapatkan penghormatan yang lebih dari para
habib disana.
Didalam kitab Tuhfatu Al-Ahbab fi Manaqib Al-Habib Alwi bin Abdullah
bin Idrus bin Shahab disebutkan bahwa setiap kali Habib Ali bin Muhammad
Al-Habsyi, Seiwun datang ke kota Tarim, beliau selalu berusaha untuk
memuliakan dan mengutamakan Habib Abdullah untuk menjadi imam shalat
baik di majlis-majlis umum maupun khusus. Beliau berkata “Aku melihat
semua hati manusia mencintainya dan tidak ada satupun yang
memusuhinyaâ€. Habib Abdullah bin Idrus adalah ayah dari Habib Alwi
Qolbu Tarim, Hadramaut. Makamnya yang terletak di Gubah Duku yang
merupakan tanah wakaf Habib Syech bin Ahmad bin Shahab ini sering
diziarahi oleh masyarakat baik dari dalam maupun luar kota Palembang,
bahkan tamu-tamu dari Pulau Jawa dan Hadramaut.
Sedangkan Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Al-Bin Hamid merupakan
seorang habib yang mulia, ia banyak menimba ilmu pengetahuan dari para
habib baik di Palembang maupun dari Hadramaut, diantaranya Habib
Abdullah bin Idrus bin Shahab. Adapun tokoh habaib yang banyak menimba
ilmu pengetahuan darinya antara lain putranya sendiri Habib Ahmad, Habib
Ahmad bin Zein bin Shahab dan Habib Muhammad bin Hamid bin Syech
Abubakar.
Acara yang diadakan di perkampungan Alawiyyin Sungai Bayas Kelurahan
Kuto Batu Palembang ini selain dihadiri oleh para ustadz dan sesepuh
habaib kota Palembang, juga dimeriahkan dengan kedatangan beberapa ulama
dan habaib dari luar kota Palembang bahkan dari luar negeri, seperti
dari Kota Mekkah, Madinah, Yaman, Singapura, Malaysia dan Brunai
Darussalam. Haul berakhir pada pukul 09.00 dan dilanjutkan dengan
ziarah bersama.
Perjalanan dari tempat haul ke tempat-tempat pemakaman dilakukan
dengan berjalan kaki dan disemarakkan tetabuhan hajir marawis dan
untaian qasidah, juga dengan membawa umbul-umbul yang bertuliskan
kalimat tauhid. Antusias yang begitu besar terlihat dari para jemaah
dalam mengikuti ziarah kubra ini meskipun perjalanan yang ditempuh cukup
jauh, selain mengharapkan berkah, juga dikarenakan turut sertanya para
habib dalam perjalanan tersebut.
Rangkaian ziarah dimulai di Pemakaman Al-‘Arif Billah Al-Habib
Pangeran Syarif Ali Syekh Abubakar yang berlokasi di Kelurahan 5 Ilir
Boom Baru. Al-Habib Pangeran Syarif Ali, merupakan seorang waliyullah
yang ‘alim dan berwibawa, sehingga ia disegani oleh banyak orang.
Syarif Ali dilahirkan di Palembang pada tahun 1795 M dari seorang ibu
yang bernama Syarifah Nur binti Ibrahim bin Zain bin Yahya. Adapun
ayahnya Habib Abubakar dilahirkan di kota Inat, Hadramaut. Habib
Abubakar datang ke kota Palembang bersama ayahnya yaitu Habib Sholeh bin
Ali sekitar tahun 1755 diakhir masa kepemimpinan Sultan Mahmud
Badaruddin I. Setelah itu Habib Sholeh kembali ke Hadramaut dan
meninggal di kota kelahirannya Inat.
Sebagaimana lazimnya para wali, disamping mendapatkan pendidikan
agama dari ayahnya, ia juga banyak menimba ilmu agama dari para habib
baik dari kota Palembang sendiri maupun dari Hadhramaut. Selain
terdidik dalam lingkungan keagamaan, pada usia dewasanya, Syarif Ali
giat melakukan pelayaran niaga, terutama ke Kalimantan dan Jawa.
Pelayaran dengan kapal kayu sederhana (Pinisi), mengarungi lautan luas
selama beberapa waktu dengan segala macam rintangan, membentuk watak dan
kepribadian yang kuat dalam jiwanya sehingga ia dikenal sebagai seorang
yang gagah berani, teguh pendirian, tidak banyak berbicara dan bersikap
tegas dalam menangani persoalan.
Dari pergaulan yang luas dalam hubungannya dengan para pembesar
kesultanan, Syarif Ali memperoleh pengalaman diplomatik. Karena itu ia
tampil sebagai seorang yang berwibawa dan mendapat kepercayaan Sultan.
Pernah suatu ketika Syarif Ali melakukan misi khusus ke Kalimantan untuk
keperluan Sultan Husin Dhiauddin dan misi tersebut berhasil dengan
baik. Karena ini Sultan menikahkan salah seorang putrinya yang bernama
Laila dan dari perkawinan inilah Syarif Ali diberi gelar Pangeran.
Bahkan beliau meskipun dalam usia yang relatif muda sudah dipercaya
untuk menduduki jabatan bendahara kesultanan. Pangeran Syarif Ali wafat
pada tanggal 27 Muharram 1295 H / 1877 M.
Selain makam Habib Pangeran Syarif Ali dan keluarganya, disini juga
dimakamkan Habib Umar bin Alwi bin Zain bin Syahab yang merupakan ipar
dari Pangeran Syarif Ali, beliau dimakamkan tepat disebelah makam
Pangeran Syarif Ali. Habib Umar adalah seorang ulama yang banyak
menyebarkan agama Islam ke pelosok-pelosok terpencil, beberapa suku adat
di pedalaman Palembang masuk Islam berkat beliau, terutama di pesisir
sungai Musi, antara lain daerah Pegayut, Pemulutan, Muara Batun,
Lingkis, Ulak Temago, Suko Darmo, bahkan sampai saat ini banyak
keturunannya tinggal di daerah Bungin Kiaji yang lebih dikenal dengan
dengan Desa Pegayut.
Dari Pemakaman Pangeran Syarif Ali, rombongan ziarah melanjutkan
perjalanan menuju ke Pemakaman Kesultanan Kawah Tengkurep yang terletak
di Kelurahan 3 Ilir Boom Baru Palembang. Pemakaman ini dibangun pada
tahun 1728 M oleh Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758 M), yang
merupakan seorang pemimpin yang arif dan adil, bahkan ia adalah seorang
ulama yang hafal Al-Qur’an. Didalam pemerintahannya, Sultan Mahmud
Badaruddin I banyak mengadakan musyawarah terutama dengan para habib,
iapun memiliki guru-guru agama dari kalangan habaib. Bahkan hampir semua
putrinya dinikahkan dengan habaib.
Adapun Imam Kubur – istilah untuk penasehat agama kesultanan yang
biasanya dimakamkan bersebelahan dengan para sultan – dari Sultan Mahmud
Badaruddin I yaitu Al-‘Arif Billah Al-Habib Abdullah bin Idrus
Al-Idrus. Habaib lainnya yang dimakamkan di Pemakaman Kawah Tengkurep
ini antara lain Al-‘Arif Billah Al-Habib Abdurrahman bin Husin
Al-Idrus (Maula Taqooh) yang merupakan Imam Kubur Sultan Ahmad
Najamuddin (1758-1776 M), Al-‘Arif Billah Al-Habib Muhammad bin Ali
Al-Haddad (Datuk Murni) yang merupakan Imam Kubur Sultan Muhammad
Bahauddin (1776-1803 M), Al-‘Arif Billah Al-Habib Muhammad bin Yusuf
Al-Angkawi, Al-‘Arif Billah Al-Habib Agil bin Alwi Al-Madihij
(Penghulu Al-Madihij di Palembang) serta Al-‘Arif Billah Al-Habib
Muhammad dan Habib Ahmad bin Idrus Al-Habsyi, yang merupakan ayah dan
kakek dari Habib Nuh Al-Habsyi (Keramat Tanjung Pagar Singapura).
Selain itu disini juga dimakamkan seorang waliyah bernama Hababah
Sidah binti Abdullah bin Agil Al-Madihij. Dikisahkan bahwa ia pernah
bertemu dengan Rasulullah SAW secara yaqozoh (dalam keadaan sadar)
dengan iringan tetabuhan rebana dan aroma harum wewangian, sehingga
seluruh perkampungan disekitar rumahnya pun dapat mendengar suara
tabuhan rebana tersebut. Hingga kini rumah tempat tinggalnya masih ada
dan terawat dengan baik.
Setelah melakukan perjalanan ke kedua pemakaman tersebut, rute ziarah
pun berakhir di Pemakaman Habaib Kambang Koci yang terletak
bersebelahan dengan Pemakaman Kawah Tengkurep. Konon, pada tahun 1151 H
/ 1735 M, Sultan Mahmud Badaruddin I mewakafkan sebidang tanah yang
cukup luas untuk pemakaman anak cucu serta menantunya. Tanah pemakaman
tersebut dinamakan Kambang Koci yang berasal dari kata-kata kambang
(kolam) dan sekoci (perahu), karena jauh sebelumnya tempat itu merupakan
tempat pencucian perahu.
Dalam sejarahnya, areal pemakaman ini telah beberapa kali berusaha
direbut oleh pihak-pihak yang merasa berkepentingan. Bermula pada masa
pendudukan Belanda sekitar tahun 1913 M, melihat posisinya yang begitu
strategis terletak di tepi Sungai Musi, di kawasan ini dibangun
Pelabuhan Boom Baru, dan berselang 11 tahun kemudian, Pihak Belanda
berusaha mengambil areal pemakaman ini, namun pihak ahli waris
mempertahankannya sehingga sampailah pada suatu perundingan di Batavia
(sekarang Jakarta) dengan dimenangkan oleh pihak ahli waris. Demikian
pula pada masa penjajahan Jepang, upaya-upaya perebutan areal pemakaman
tersebut masih terjadi namun tetap tidak berhasil.
Pada masa kemerdekaan, tepatnya 16 Nopember 1974, Pemakaman Kambang
Koci ini diresmikan menjadi pemakaman anak, menantu, serta cucu-cucu
Sultan Mahmud Badaruddin, yang dihadiri oleh Bapak R.H.A. Arifai Tjek
Yan, Walikota Palembang kala itu serta pihak dari Pelabuhan Boom Baru.
Berselang setahun kemudian, kembali terjadi persengketaan dengan pihak
pelabuhan sehingga terjadi pembagian luas areal pemakaman ini dari 5000
meter persegi dibagi 2/3 untuk pihak pelabuhan dan 1/3 untuk ahli waris,
sehingga saat ini keseluruhan luas area Kambang Koci ini tinggal 1400
meter persegi.
Upaya-upaya pihak pelabuhan terus dilakukan untuk mendapatkan sisa
areal pemakaman yang ada. Pada tahun 1999 pihak ahli waris yang
diwakili Ketua Yayasan Kambang Koci, Habib Muhammad Ahmad Shahab dan
pihak pelabuhan melakukan pertemuan di Kantor Gubernur Sumsel yang
menghasilkan keputusan bahwa pihak pelabuhan harus memasang kembali
pagar yang telah mereka robohkan sebelumnya. Dan dipenuhilah keputusan
tersebut oleh pihak pelabuhan dengan membangun pagar kokoh yang
mengelilingi keseluruhan sisa areal pemakaman Kambang Koci yang terdiri
dari lebih kurang 300 makam.
Saat ini, hampir keseluruhan keturunan Alawiyyin yang tinggal di
Palembang memiliki silsilah bersambung dengan para habib yang dimakamkan
di pemakaman ini, paling tidak silsilah dari sebelah ibu.
Beberapa penghulu habaib yang dimakamkan disini antara lain:
– Al-‘Arif Billah Al-Habib Syech bin Ahmad bin Syahab yang merupakan
ulama besar pada masanya dan dikarenakan kedekatannya dengan Sultan
Mahmud Badaruddin I, ia dianugerahi tanah yang sangat luas oleh Sultan
dari daerah Kuto sampai Kenten, yang antara lain ia wakafkan sebagai
tanah pemakaman kaum alawiyyin Palembang serta tanah wakaf masjid Daarul
Muttaqien.
-Al-‘Arif Billah Al-Habib Ibrahim bin Zein bin Yahya (w.1790 M),
merupakan seorang ulama besar yang memahami banyak masalah Ilmu Fiqh,
beliau adalah menantu Sultan Mahmud Badaruddin I yang beristerikan Raden
Ayu Aisyah binti Sultan Mahmud Badaruddin I.
-Al-‘Arif Billah Al-Habib Alwi bin Ahmad Al-Kaaf yang dikenal sebagai
seorang wali Quthb, diceritakan bahwa pernah suatu kali saat ayahnya
melakukan pelayaran ke Singapura dengan sebuah kapal. Di dalam
perjalanan, kapal tersebut mengalami kebocoran pada lambungnya, ketika
akan diperbaiki ternyata kapal tersebut telah ditambal dari luar kapal
dan setelah diperiksa ternyata didapati sebuah sandal yang menutup rapat
kebocoran tersebut. Setelah sandal tersebut diambil dan dihadapkan
kepada Habib Ahmad, maka beliau mengenali sandal tersebut adalah milik
anaknya, Habib Alwi. Setibanya kembali di Palembang didapati Habib Alwi
tengah menunggu ayahnya dengan mengenakan sebelah sandal seraya meminta
sandal yang satunya lagi dari ayahnya yang digunakan untuk menambal
kapal tersebut. Masih banyak lagi keramat dari Habib Alwi ini, bahkan
tatkala ia wafat, maka datanglah surat dari Kampung Al-Hajrain,
Hadhramaut (setelah 6 bulan perjalanan laut dari Hadhramaut ke
Palembang) yang isinya menanyakan siapakah wali di Palembang yang wafat
sehingga di Kota Tarim, Hadhramaut terjadi gempa.
Selain itu, di pemakaman ini juga dimakamkan Habib Abdullah bin Salim
Al-Kaaf yang merupakan seorang ulama besar sekaligus pengusaha yang
sukses. Beliaulah yang membangun Masjid Sungai Lumpur pada tahun 1287 H
yang berlokasi di 11 Ulu Palembang, dan Habib Abdullah bin Ali Al-Kaaf
yang merupakan seorang wali yang mastur (tersembunyi) . Adapun
keturunannya banyak yang menjadi orang sholeh dan ulama besar yang
tersebar di Tegal, Jakarta, Jeddah, dan Hadhramaut. Antara lain Habib
Abdurrahman bin Ahmad Al-Kaaf, Jeddah dan Habib Abdullah bin Ahmad
Al-Kaaf, Jakarta dengan anak-anaknya yang menjadi muballighin.
Banyaknya para wali yang dimakamkan disini membuat para peziarah
selalu menyempatkan diri untuk berziarah ke pemakaman ini, baik dari
kalangan awam maupun tokoh habaib. Tercatat sebagian kecil diantaranya,
yaitu Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor (Bondowoso), Habib Muhammad
bin Husin Al-Idrus (Surabaya), Habib Salim bin Ahmad bin Jindan
(Jakarta), Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang), Habib Ali bin
Husin Al-Atthos (Bungur), Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul),
Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf (Jeddah), Habib Umar bin Hafizh BSA
dan Habib Ali Zainal Abidin Al-Jufri (Hadhramaut- Yaman).
Pernah suatu ketika dalam ziarahnya, Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid
(Tanggul) diberitahu bahwasanya pemakaman ini akan dibongkar, mendengar
hal itu ia hening sesaat dan berkata bahwa pembongkaran tidak akan
terjadi, dikarenakan Allah SWT yang akan selalu menjaganya, dan hal ini
benar-benar terbukti. Sebagai contoh tatkala ada usaha untuk
memindahkan jenazah dari pemakaman ini ke pemakaman lain dalam usaha
mengambil alih areal pemakaman pada tanggal 19 Desember 1997, setelah
peti-peti jenazah yang berjumlah lebih kurang 104 buah (dihitung
berdasarkan jumlah nisan yang nampak) disiapkan di Kambang Koci untuk
memindahkan makam yang ada, didapatlah kabar mengenai jatuhnya pesawat
Boeing 737-300 Silk Air dari Singapura di Muara Makati, Perairan
Sungsang, Sumatera Selatan yang menewaskan seluruh penumpang dan awak
pesawat. Dan yang mengherankan jumlah korban tewas yang dipastikan
sebanyak peti yang disiapkan, yang terdiri dari 104 penumpang termasuk 7
awak. Mengingat keperluan yang lebih mendesak akhirnya peti-peti yang
telah disiapkan tersebut tidak jadi digunakan, dan lahan pekuburan yang
telah disediakan bagi jenazah Kambang Koci diisi dengan jenazah korban
tewas kecelakaan pesawat tersebut.
Mengingat banyaknya para wali yang dimakamkan di Pemakaman Kambang
Koci serta di beberapa pemakaman lainnya di kota Palembang, maka banyak
dari pemuka habaib dari Hadhramaut menyebut Kambang Koci sebagai Zanbal
(pemakaman para wali di Kota Tarim, Hadhramaut)- nya Palembang. Dan
Kota Palembang sendiri sebagai Hadramaut Tsani alias Hadramaut Kedua.
Insya Allah, Ziarah Kubra tahun ini akan dihadiri oleh banyak tamu
dari luar kota dan luar negeri, antara lain Ulama Pattani
(Thailand),Habib Hasan Al-\’Atthas (Singapura), Syed Ibrahim bin Ahmad
bin Yahya (Pegawai Khas Menteri Besar Pahang, Malaysia) beserta
rombongan, Syed Agil bin Yahya dan rombongan tahfizul Quran
Malaysia,Jemaah Jenderami (Malaysia), tamu dari Brunei Darussalam.Serta
para ulama dan habaib dari Pulau Jawa,antara lain Habib Sholeh bin Ahmad
Al-Aidarus (Malang), Habib Sholeh
Al-Habsyi (Jakarta), dll.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar