Habib Zein bin Smith: Tawasul dengan Al-Fatihah Adalah Sebaik-baik Wasilah Terkait Penerimaan Do’a
Bolehkah menghadiahkan pahala bacaan Al-Quran dan dzikir kepada orang yang telah mati?
Ya,
itu dibolehkan. Madzhab yang benar dan terpilih menyatakan sampainya
pahala bacaan dan amal-amal jasmani lainnya kepada mereka, dan
bahwasanya karena itu pula mereka bisa mendapatkan pengampunan atas
dosa atau peningkatan derajat, cahaya, kegembiraan, dan pahala lainnya
lantaran karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Apa dalilnya?
Dalilnya,
Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda,
“Bacalah surah Yasin kepada orang-orang mati di antara kalian.” –
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud (3121), Ibnu Majah (1448),
dan lainnya, dari hadits Ma’qil bin Yasar Radhiyallohu ‘Anhu.
Rasulullah
Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam juga bersabda,
“Ya-Sin adalah jantung Al-Quran. Tidaklah seseorang membacanya dengan
niat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menghendaki negeri akhirat
melainkan Allah mengampuninya. Dan bacakanlah ia kepada orang-orang
mati di antara kalian.” – Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (5: 26),
An-Nasa’i dalam Al-Kubra (10914), dan lainnya.
Ulama
ahli tahqiq menyatakan, hadits ini bersifat umum, mencakup bacaan
kepada orang sekarat yang akan mati dan bacaan kepada orang yang sudah
mati. Inilah pengertian yang jelas dari hadits di atas.
Hadits
ini menjadi dalil bahwa bacaan tersebut sampai kepada orang-orang yang
sudah mati dan adanya manfaat padanya sebagaimana yang disepakati para
ulama. Perbedaan pendapat hanya berkaitan jika pembaca tidak berdoa
setelahnya dengan doa semacam ini, misalnya, “Ya Allah, jadikanlah
pahala bacaan kami kepada Fulan.”
Jika
seesorang membaca doa ini sebagaimana yang diamalkan kaum muslimin,
yang memberikan pahala bacaan mereka kepada orang-orang mati di antara
mereka, tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama terkait
sampainya bacaan itu, karena ia dikategorikan sebagai doa yang
disepakati tersampainya.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang datang sesudah
mereka berdoa, ‘Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami
yang telah beriman lebih dulu dari kami’.” – Qur’an Surat Al-Hasyr (59):
10.
Jika dia tidak berdoa demikian
dengan bacaannya itu, menurut pendapat yang termasyhur dalam Madzhab
Syafi’i, pahalanya tidak sampai. Namun ulama Madzhab Syafi’i generasi
akhir menyatakan, pahala bacaan dan dzikir sampai kepada mayit, seperti
mazhab tiga Imam yang lain, dan inilah yang diamalkan umat pada
umumnya. “Apa yang menurut kaum muslimin baik, itu baik di sisi Allah.”
Ini adalah perkataan Ibnu Mas’ud Radhiyallohu ‘Anhu.
Sayyidil
Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, semoga Allah melimpahkan manfaat
kepada kita lantarannya, mengatakan, “Di antara yang paling besar
keberkahannya dan paling banyak manfaatnya untuk dihadiahkan kepada
orang-orang mati adalah bacaan Al-Quran dan menghadiahkan pahalanya
kepada mereka. Kaum muslimin pun telah mengamalkan ini di berbagai
negeri dan masa. Mayoritas ulama dan orang-orang shalih, salaf maupun
khalaf, pun berpendapat demikian.” Silakan simak perkataan Al-Haddad
Radhiyallohu ‘Anhu selengkapnya dalam Sabil al-Iddikar.
Dari
Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu, ia mengatakan, “Jika salah seorang di
antara kalian mati, janganlah kalian menahannya. Segerakanlah ia ke
kuburnya, dan hendaknya dibacakan permulaan Al-Baqarah di dekat
kepalanya, dan di dekat kedua kakinya dengan penutup Al-Baqarah.” –
Disampaikan secara marfu’ (perkataan sahabat yang dinisbahkan sebagai
perkataan Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam) oleh
Imam Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (12: 444) dan Imam Al-Baihaqi dalam
Asy-Syu’ab (7: 16) dari hadits Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu. Al-Baihaqi
mengatakan, yang benar adalah bahwasanya itu adalah perkataan Ibnu Umar
Radhiyallohu ‘Anhu.
Dalam kitabnya,
Ar-Ruh, Ibnu Qayyim mengungkapkan adanya penyampaian pelajaran di atas
kubur. Ia berhujjah, sejumlah ulama salah berwasiat agar diadakan
bacaan pada kubur mereka, di antaranya adalah Ibnu Umar, yang berwasiat
agar dibacakan surah Al-Baqarah pada kuburnya, dan bahwasanya kaum
Anshar mengamalkan jika ada orang yang mati, maka mereka silih berganti
ke kuburnya untuk membaca Al-Quran padanya (Ar-Ruh hlm. 10).
Ulama
menyatakan, seseorang dibolehkan menghadiahkan pahala amalnya kepada
orang lain, baik itu berupa bacaan maupun yang lainnya. Dalilnya, hadits
yang diriwayatkan Amru bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, Nabi
Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, yang bersabda,
“Dibolehkan bagi salah seorang di antara kalian, jika hendak bersedekah
dengan sukarela, memberikannya kepada kedua orangtuanya. Dengan
demikian, kedua orangtuanya mendapatkan pahala sedekahnya dan ia pun
mendapatkan seperti pahala kedua orangtuanya tanpa mengurangi pahala
kedua orangtuanya sedikit pun.” – Disampaikan oleh Imam Ath-Thabrani
dalam Al-Ausath (7: 92) dan Abu Syaikh Ibnu Hayyan dalam Thabaqat
Al-Muhadditsin bi Ashbahan (3: 610).
Di
antara hadits-hadits yang diriwayatkan terkait hal ini, meskipun
dhaif, telah ditetapkan di antara ulama hadits bahwasanya hadits dhaif
dapat diamalkan terkait fadhail al-a’mal, keutamaan-keutamaan amal.
Apa hukum bacaan Al-Quran kepada mayit dan di atas kubur?
Imam
Syafi’i Rahimahullah menyatakan, dianjurkan membaca ayat apapun dari
Al-Quran di dekat kubur. Jika mereka mengkhatamkan Al-Quran seluruhnya,
itu baik. Ini disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam Riyadh Ash-Shalihin
dan dalam Al-Adzkar.
Apa dalil yang membolehkannya?
Dalilnya,
sebagaimana yang baru saja disampaikan di atas, perkataan Ibnu Umar
Radhiyallohu ‘Anhu, “Jika salah seorang di antara kalian mati, janganlah
kalian menahannya. Segerakanlah ia ke kuburnya, dan hendaknya
dibacakan permulaan Al-Baqarah di dekat kepalanya, dan di dekat kedua
kakinya dengan penutup Al-Baqarah.”
Hadits
marfu’ juga telah disampaikan sebelum ini, “Bacalah Ya-Sin kepada
orang-orang yang mati di antara kalian.” Sebagian ulama hadits
menafsirkannya pada makna sebenarnya, sebagaimana ini cukup jelas dari
lafal hadits. Sementara sebagian yang lain menafsirkannya pada makna
kiasan. Maksudnya, orang yang sudah mendekati kematiannya. Namun
masing-masing makna dimungkinkan. Dan seandainya kedua makna ini
sama-sama diamalkan, itu lebih baik.
Al-Khallal
meriwayatkan dari Sya’bi, ia mengatakan: “Jika di antara kaum Anshar
ada orang yang mati, mereka silih berganti ke kuburnya untuk membaca
Al-Quran. Demikian. Kaum muslimin pun masih tetap membaca Al-Quran
kepada orang-orang mati sejak masa kaum Anshar”.
Dari
semua penjelasan di atas dapat diketahui bahwasanya bacaan Al-Quran di
atas kubur merupakan anjuran syari’at. Allah lebih mengetahui.
Apa
makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan tidaklah manusia
mendapatkan kecuali apa yang diusahakannya.” – Quran Surat An-Najm (53):
39, dan sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam,
“Jika manusia mati, terputuslah amalnya”?
Dalam
kitab Ar-Ruh, Ibnu Qayyim mengatakan, Al-Quran tidak menafikan
seseorang mendapatkan manfaat dari usaha orang lain, tetapi Al-Quran
hanya memberitahukan bahwasanya ia tidak memiliki kecuali usahanya.
Adapun usaha orang lain, itu adalah milik orang yang melakukannya. Orang
lain itu dapat menghendaki memberikannya kepada orang lain atau
menghendaki menahannya untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini, Allah SWT
tidak menyatakan “Sesungguhnya dia tidak boleh menerima manfaat
kecuali lantaran apa yang diusahakannya sendiri.”
Sabda
Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, “Terputuslah
amalnya.” Beliau tidak menyatakan “Pemanfaatannya”, tetapi beliau
hanya memberitahukan ihwal keterputusan amalnya. Adapun amal orang
lain, itu menjadi hak orang yang melakukannya. Jika ia memberikannya
kepadanya, pahala amal orang yang melakukannya sampai kepadanya, bukan
pahala amalnya sendiri. Dengan demikian, yang terputus adalah satu hal,
dan yang sampai adalah hal lainnya. Demikian yang disampaikannya secara
ringkas (Kitab Ar-Ruh halaman 129).
Ulama
tafsir menyebutkan dari Ibnu Abbas Radhiyallohu ‘Anhu, firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala, “Dan sesungguhnya manusia tidak mendapatkan
kecuali apa yang diusahakannya” – Quran Surat An-Najm (53): 39, telah
dihapus hukumnya dalam syari’at ini dengan firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala, “Dan orang-orang yang beriman, beserta anak-cucu mereka yang
mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak-cucu
mereka.” – Quran Surat Ath-Thur (52): 21. Allah memasukkan anak-cucu ke
dalam surga lantaran kebajikan leluhur mereka. (Lihat Tafsîr
Al-Qurthubi (17: 114)).
Ikrimah
mengatakan, itu terjadi pada kaum Musa ‘Alaihis Salam. Adapun umat ini
mendapatkan apa yang mereka usahakan dan mendapatkan pula apa yang
diusahakan oleh yang lain. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan
bahwa seorang wanita mengangkat bayinya dan bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah anak ini mendapatkan pahala haji?”
Beliau
menjawab, “Benar, dan bagimu pahala.” – Hadits ini disampaikan oleh
Imam Muslim (1336) dan lainnya, dari hadits Ibnu Abbas Radhiyallohu
‘Anhu.
Yang lainnya bertanya kepada
Nabi SAW, “Ibuku terluputkan dirinya (mati tanpa wasiat), apakah ia
mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas nama dia?”
Beliau
menjawab, “Benar.” – Hadits ini disampaikan oleh Imam Al-Bukhari (1322)
dan Muslim (1004) dari hadits Aisyah Radhiyallohu ‘Anha.
Perkataan
penanya, “terluputkan”, kata ini diucapkan terkait orang yang mati
secara tiba-tiba, dan diucapkan pula terkait orang yang tewas oleh jin
dan gangguan. “Dirinya,” menurut Imam Nawawi, “kami menulisnya dengan
harakat fathah dan dhammah nafsaha dan nafsuha, dengan nashab dan
rafa’. Bacaan rafa’ dengan maksud sebagai obyek yang tidak disebutkan
subyeknya. Nashab dengan maksud sebagai obyek kedua.” – Syarh Muslim (7:
89-90).
Demikian, Allah lebih mengetahui.
Apa hukum bacaan Al-Fatihah dan bacaan kepada mayit serta tawasul dengannya untuk penerimaan doa?
Ketahuilah,
di antara yang terbesar keberkahannya dan terbanyak manfaatnya untuk
dihadiahkan kepada orang-orang mati adalah bacaan Al-Quran Al-‘Adzim dan
menghadiahkan pahalanya kepada mereka. Mayoritas ulama dan orang-orang
shalih, baik salaf maupun khalaf, berpendapat demikian, dan kaum
muslimin di berbagai masa dan negeri pun mengamalkannya. Dalam hadis
marfu’ yang telah disampaikan terdahulu dinyatakan, “Jantung Al-Quran
adalah Ya-Sin. Tidaklah seseorang membacanya dengan niat kepada Allah
dan menghendaki negeri akhirat melainkan ia diampuni. Hendaknya kalian
membacanya kepada orang-orang mati di antara kalian.”
Diriwayatkan
dalam hadits dhaif, “Siapa yang masuk pemakaman dan membaca
‘Katakanlah: Dialah Allah Yang Esa’ sebelas kali, kemudian memberikan
pahalanya kepada orang-orang mati, ia diberi pahala sesuai dengan
jumlah orang-orang yang mati.” Diriwayatkan oleh Imam Ar-Rafi’i dalam
kitabnya At-Tarikh dan Ad-Daraquthni dalam kitabnya As-Sunan.
Adapun
tawasul dengan surah Al-Fatihah terkait penerimaan doa, ini
sebaik-baik wasilah. Pada hakikatnya, itu hanyalah tawasul dengan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hadits qudsi dikatakan, “Aku membagi shalat
antara Aku dan hamba-Ku dua bagian, dan bagi hamba-Ku apa yang dia
minta.” Disampaikan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahîh Muslim (598)
dari hadits Abu Hurairah Radhiyallohu ‘Anhu.
Oleh:
Sayyidil Habib Zein bin Smith Ba’alwi Madinah, Ketua Umum Rabithah
Alawiyah/ Mustasyar PBNU dalam tanya jawab yang dimuat Majalah Al Kisah/
Sufi Road.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar