(ZAKAT FITRAH DAN PENYALURAN ZAKAT | Buya Yahya Menjawab)
Assalamu ‘Alaikum WR. WB.
Buya yahya yang saya hurmati dan semoga di muliakan Allah.
Saya ingin menanykan bagaimana cara mengelola (menghitung & menyalurkan) zakat yang benar bagi panitia zakat.
Di tahun-tahun sebelumnya di kampung saya penyaluran zakat fitrah d
bagikan pada fakir miskin, imam dan bilal masjid, para ustadz, pengurus”
masjid yang sudah diketahui bahwa mereka orang” mampu dan sisanya
ditaruh di masjid (paling banyak). Khusus fakir miskin, tiap RT terdapat
kurang lebih 5-7 fakir miskin, dan itu hanya mendapat jatah 1 kantong
plastik beras tiap orang. Sebenarnya pembagian dan perbandingannya
berapa Buya kalau yang terdata (berhak menerima zakat) di kampung cuma
fakir miskin plus Amil tersebut, dan bagaimana caranya merubah tradisi
yang sudah ada secara bijaksana. Terima kasih
Wa’alaikum Salam WR. WB.
Dan di sinilah orang sering salah mengartikan Fi Sabilillah sebagai Fi
Sabilil Birri yaitu jalan kebaikan dan mohon maaf kita ini berbicara
soal haknya orang faqir.Mari kita keluarkan hawa nafsu kita yang punya
pondok sadari dengan hatinya bahwa pondok tidak berhak menerima zakat
begitu juga yang ustadz sadari dengan hatinya bahwa ustadz itu tidak
berhak menerima zakat, yang punya yayasan sadari bahwa yayasan anda
tidak berhak menerima zakat, dan yang lagi membangun masgid sadari bahwa
masjid tidak berhak menerima zakat. Mari kita mencari sanjungan Allah
dengan mematuhi syariatnya. keluarkan kepentingan pribadi, yang
membangun masjid bias jadi hanya ingin berhasil sebagai panitia panitia
pembangunan tahun ini. inilah kepentingan pribadi yang terselubung,yang
membangun pondok bias jadi ambisinya adalah untuk memegahkan bangunan
pondok untuk bias di sanjung manusia, ini adalah kepentingan pribadi ,
hanya dilihat ingin berhasil sehingga tidak peduli dari mana mengambil
barang itu.
Kita harus jujur, memang kita menala’ah kitab
berkenaan dengan haknya faqir miskin, kalau tadi kita bicara masalah
beras diganti uang adalah masalah sederhana yang penting mengeluarkan
tapi sekarang masalah menyampaikan zakat yang salah, urusan haknya orang
harus ketat tidak boleh megambil pendapat lemah kalau menggunakan
pendapat lemah ini akan kacau, tapi kalau urusan ibadah seperti hal yang
membatalkan wudhu’ ini adalah masalah yang sederhana tetapi urusan
haknya manusia harus ketat jangan seenaknya apalagi berpendapat menurut
manajemen ekonomi kita pakainya manajemen ilahi buakn manajemen ekonomi
yaitu bagaimana Allah menjelaskan sesungguhnya sedekah (zakat) hanya
diberikan ke 8 golongan saja.
Dan Fi sabilillah dari fatwa Nabi
Muhammad, sahabat Nabi, para tabi’in, dan Imam madzhab yang 4 fi
sabillah adalah orang yang berjihad di jalan Allah yaitu di medan
perang, 4 madzhab semuanya sepakat tentang Fi Sabilillah, dan mereka
tentu lebih tahu dari kita tentang Rasulullah .
Kalau kita di
Indonesia yang bermadzhab Syafi’I mungkin kalau kembali kepada Imam
Syafi’I langsung terlalu jauh coba kita lihat di kitab-kitab yang biasa
di kampong-kampung mulai dari Hasyiyah Baijuri, I’anatut Taholibin,
Syarah minhaj , Tuhfah, kemudian Nihayatul Muhtaj, Mughni Muhtaj
kemudian ada lagi karangannya Imam Ghozali Al-Basith dan Al-Wasith dan
masih banyak lagi sampai Imam Syafi’I ra semuanya mengatakan bahwasannya
Fi Sabillah di sini adalah orang yang berperang di jalan Allah.
Maka kita harus hati-hati jangan sampai kebawa omongan sebagian orang
yang tanpa tahqiq dan diseleksi dulu dari mana sumbernya yang mengatakan
Fi Sabilillah itu adalah yan gpenting jalan kebaikan di mana saja boleh
bahkan diumumkan, memang FI Sabililah itu maknanya adalah luas, orang
haji disebutFi Sabilillah, bahkan di dalam hadits Nbai disebutkan bahwa
orang yang yang keluar mencari nafkah adalah sama dengan berjihad Fi
Sabilillah, akan tetapi Ulama’ lebih tahu tentang maksud Rasulullah di
dalam ayat tersebut bahwasannya Fi Sabilillah adalah orang yan berjihad
di jalan Allah dan perang di medan laga tidak boleh dijadikan umum ke
tempat yang lain kalau dijadikan umum maka FI Sabililla bisa menjadi Fi
Sabilil Khoirat, FI Sabilil birri sehingga memperkenankan memberikan
zakat ke masjid inikan jalan kebaikan egitu juga ke madrasah ke kiayi
atau ustadz karena tiap hari jihad terus dan ini tidak ada semuanya dan
katanya di Indonesia ini kita hidup perlu jihad bagaimana dengan ulama’
terdahulu di zaman kemenangan dan kehancuran lebih membutuhkan jihad
akan tetapi fatwa dari ulama’-ulama’ terdahulu tetap tidak berubah
walaupun di zaman ke jayaannya islam dan di saat runtuh juga fatwanya
tetap sama dan musuh Allah ada pada zaman itu dengnan bermacam-macam
Ghozwatul Fikri (prang pikiran) juga ada pada zaman itu tapi tida pernah
ada fatwa masalah zakat ini berubah Fi Sabillah diperlebar sehinga yan
penting jihad di jalan Allah sehinga ustadz juga mungkin bisa dapat
madrasah, masjid pun begitu Pondok pesantren kan jihad semuanya kalau
ini dilebarkan orang menikah juga dikatakan Fi Sabilillah orang haji
juga Fi Sabilillah kalau Fi SAbilillah diperluas semacam ini di dalam
masalah zakat terus orang faqir dikasih apa?
Jadi makna makna إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُققَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنَ .
Jangan tergiur dengan pendapatnya yang katanya dari Qoffal As-Sasy dari
madzhab syafi’i, coba dicek kembali memang ada pendapat yang sangat
lemah oleh yaitu pendapat Imam Razi di dalam tafsir Ahkamul Qur’an
beliau berkata Imam Qoffal Assasy mengatakan ada sebagian ulama’ Fiqih
yang memperkenankan zakat fi sabillah itu sebagai fi sabilil khair dan
ini belum diketahui Ulama’ siapa yang memperkenankan, dan ini bukan
fatwanya Imam Qoffal As-Sasy yang digembor-gemborkan oleh ustadz-ustadz
coba dicek kembali ini perkataannya siapa? Ini bukan pendapatnya Qoffal
As-Sasy.
Permasalahannya kita perlu keinshafan yaitu podok tidak
boleh menerima zakat begitu juga masjid, madrasah, ustadz atau kiayi
(kecuali ustadz atau kiayi tersebut melarat atau punya hutang) dan ini
perlu kejujuran karena ini adalah amanat di hadapan Allah SWT dan kita
akan dituntut oleh orang faqir.
Kadang fatwa semacam ini muncul di
Negara yang memang sudah ma’mur gak ada orang faqir seandainya fatwa itu
boleh dianggap bulkan di Indonesia akan tetapi di Negara yang sudah
kaya semua penduduknya sehingga bingung zakatnya mau diarahkan kemana,
akan tetapi ini di Negara kita Indonesia yang masih banyak orang faqir,
bagaimana kita bisa membesarkan masjid dengan mengambil uang zakat?
Takutlah kepada Allah SWT kita perlu cek dari kajian ilmiyah Ulama’ mana
yang memperkenankan hal tersebut, ada yang menukil dari Imam Hasan
Bashri dan ini perlu ditahqiq lagi mana penukilannya? Apakah Imam
Syafi’I tidak tahu itu semuanya, apakah ulama’ lain tidak tahu itu
semuanya, dan ada lagi katanya menukil dari Imam Sufyab Ats-Tsauri mana
nukilannya? Kita perlu penukilan yang benar dansemuanya ilmu sudah
dijelaskan oleh para Ulama’ Ijma’ ulama’ kata Ibnu Ubairoh dalam Madzhab
Imam Ahmad Bin Hambal mengatakan bahwasannya sudah merupakan Ijma’
begitu juga Imam malik mengatakan Ijma’ gak ada khilafiyah di sini
bahwasannya Fi Sabilillah itu adalah peperangan di jalan Allah begitu
juga Imam Syafi’I sependapat makna FI Sabilillah adalah perang di jalan
Allah bukan orang-orang yang berjuang hanya menjadi pengajar dan lain
sebagainya kalau begitu uang zakat akan habis semuanya karena mencari
nafkah juag Fi Sabilillah, begitu juga yang mau nikah yang mau haji
semuanya Fi Sabilillah akan tetapi tidak boleh mengambil zakat.
Memang ada pendapat dari Ulama’ akhir zaman akan tetapi kalau dijejer
dengan ulama’ yang terdahulu tidak ada apa-apanya, dan fatwa Ulama’
akhir zaman yan memberkenankan memberikan zaat ke masjid, madrasah dan
lain-lainnya untuk rumah sakit, akan tetapi dari Ulama’ terdahulu tidak
ada yang beda pendapat tentang Fi Sabilillah ini dan ini menurut Imam
Malik, dan siapakah Imam Malik itu yaitu Ulama’ yang paling ahli di
dalam Hadits dan kitabnya Muwattha’ paling shohihnya hadits sebelum
adanya Imam Bukhori, dan beliau adalah orang yang paling paham dan
ngerti tentang Hadits Nabi SAW dan begitu juga Imam Abu Hanifah tetap
semuanay sepakat bahwasannya Fi Sabilillah adalah orang yang jihad di
jalan Allah yang berperang fisik di medan laga dan ini dikhususkan oleh
para ulama’ yaitu yang tidak mendapatkan gaji dari pemerintahan
yangsudah mendapatkan gaji tidak boleh, dan itupun masih dibatasi agar
tidak diobral begitu saja karena masih ada hanya orang faqir.
Dan
masih banyak dari hadits yaitu di antaranya adalah : “Zakat itu diambil
dari orang kaya dan dikembalikan ke orang miskin”. Bahkan Nabi Muhammad
juga menjelaskan tidak boleh sedekah ini (zakat) diberikan kepada orang
kaya kecuali 3 yaitu:
1. Orang yang berperang di jalan Allah
2. Orang kaya yang dikasih sama tetangganya yang melarat, misal ada
tetangga kiayi yang melarat lalu mendapatkan zakat akan tetapi dia
sayang kepada kiayi tersebut lalu memberikan sebagian hasil dari
zakatnya kepada kiayi tersebut, dan ini berarti kiayi tersebut sudah
menerima uang tadi sudah bukan dalam bentuk zakat lagi karena sudah
menjadi miliknya si faqir
3. Membeli zakat, yaitu zakat yang sudah ada pada si faqir karena kita menginginkannya lalu kita beli.
Jadi tidak ada karena saya adalah kiayi lalu mengambil zakat seenaknya,
Kiayi baru boleh menerima zakat kalau kiayi tersebut faqir atau miskin
atau punya hutang bukan karena kekiyaiannya akan tetapi karena
kemiskinannya atau karena punya hutang, dan ini adalah kesalahan yang
sudah umum kalau tidak diluruskan berbahaya, dan ini adalh pendapat para
ulama’ dari masa ke masa tidak ada yang berubah karena setelah kita cek
dari kmitab kecil samapi ke kitab yang besar semuanya sama, terus
kenapa ini kok ada yang salah? Barang kali kurang tahqiq itu saja
bukannya kita meremehkan ulama’ tanah air akan tetapi ini adalah
tanggung jawab di hadapan Allah dan Rasulnya bagaimana ini haknya orang
faqir dan harus disampaikan, suka tidak suka ini adalah kebenaran yang
kami yakini dan terserah anda memilih ini adalah amanah di hadapan Allah
SWT dan ini adalah kesalahan yang berulang-ulang dan ini terjadi di
tempat kami sendiri soalnya banyak orang yang dating kepada kami lalu
berkata ini zakat untuk ustadz dan ini zakat untuk pondok, lalu kami
jawab kami dan pondok tidak berhak menerima zakat, karena salah
menyalurkanzakat sehingga orang-orang kaya tidak berinfaq sunnah karena
sudah merasa membangun pondok/masjid dengan zakatnya lupa bahwasannya
ada pekerjaan sunnah lagi dan kesalahan ini telah berulang-ulang padahal
kita sudah mengumandangkannay sekitar 4 tahun yang lalu dan masih terus
ada yang salah, berarti kita harus semakin lebih menjelasjkan kepada
masyarakat.
Dan jangan salah kaprah karena ada yang memindah
pendapat dari kami bahwasannya kiayi tidak boleh mengumpulkan zakat,
kalau mengumpulkan zakat boleh kalau menerima (untuk dirinya sendiri)
itu yang tidak boleh, kalau kiayi mengumpulkan zakat itu memang lebih
baik karena kiayi lebih tahu cara penyalurannya dan di mana saja tempat
yang membutuhkan mungkin ada juga di sana jama’ah yang sakit, kalau
kiayi menjadi wakil dalam membagikan zakat boleh siapa yang bilang tidak
boleh? Kiayi tidka boleh menerima zakat kalaupun mau menerima itu
karena kefaqirannya bukan kekiyaiannya, kalau kiayinya kaya punya mobil,
sawah dll kalau menerima zakat jelas haram karena ini adalah hartanya
faqir-msikin.
Dan jujur saja kalau kiayi duduk sama faqir msikin
yang menang tentu kiayinya karena orang lebih hormat kepada kiayi, kalau
ada orang punya zakat satu juta di kanannya ada orang faqir sedangkan
di kirinya ada kiayi tentu yang dipilih adalah kiayi karena sama-sama
boleh menurut pemahamannya padahal kiayi tidak boleh menerima zakat dan
yang berhak adalah si faqir nah inilah yang harus dijelaskan dan ini
memang pahit akan tetapi kita menghadap kepada Allah dan memohon Yaa
Allah berikanlah keinshafan kepada diri kami semuanya, sehingga nati
tidak ada lagi zakat diberikan kepada masjid dan sebutkan di depan orang
semua bahwasannya masjid tidak menerima zakat tolong masjid mau roboh
dibantu dengan infaq yang sunnah , o…bakal jadi besok karena ada
permasalahan sacara psikologi, kalau sudah merasa membantu masjid dengan
uang zakatnya orang kayapun membantu akan malas,kenapa? Karena kan
sudah dibantu dengan zakat, masjid kan sudah dapat banyak zakat katanya,
padahal tidak tahu hitungannya kayaknya banyak soalnyakan orang sini
banyak orang kaya coba kalau zakatnya dikumpulkan semua kan jadi banyak,
padahal gak pada zakat kan? Jadi seolah-olah dia bayar zakat jadi dia
malas untuk berinfaq dan sedekah yang sunnah ini karena bertentangan
dengan syariat Nabi Muhammad SAW.
Inilah yang harus dijelaskan,
makanya perlu apa yang namanya kajian ilmiyah tidak cukup kita kalau
masalah sensitive seperti ini haknya orang dengan menggunakan pendapat
yang lemah, dan mohon maaf memang kita sering menggunakan pendapat yang
lemah seperti di dalam masalah haid , bersuci, dan yang lainnya kita
ambil pendapat yang lemah tidak masalah karena itu hanya urusan dengan
Allah begitu juag urusan batal membatalkan wudhu’ akan gtetapi haknya
faqir miskin jangan sampai menggunakan pendapat yang lemah.
Anehnya
urusan zakat mengambil pendapat yang lemah akan tetapi masalah menukar
zakat fitrah dengan uang tidak mau, anehnya dalam madzhab ini terlalu
keras mengatakan harus pada madzhab syafi’I sampai pakai helah kaiyinya
punya beras nanti yang zakat beli, jadi beli beras dulu ke kiayinya baru
bayar zakatnya, seolah-olah beli beras tapi mengasihkan uang, kenapa?
Biar saya tetap kukuh dengan madzhab syafi’I dan tidak apa-apa bagus.
Akan tetapi penyalurannya iniloh yang lebih penting, mau langsung uang
saja boleh langsung syah kok menurut masdzhabnya Imam Abu Hanifah dan
ini pemndapat ulama’ besar yang diakui di dunia akan tetapi iniloh
masalah memberikan zakat kepada yang tidak berhak yaitu memberikan zakat
ke masjid, madrasah, kiayi/ustadz, rumah sakit ini tidak ada kecuali
fatwa akhir zaman.
Sampai ada orang yang berkata : itu kepentingan
siapa? Coba diunakan untuk percetakan buku tentang islam diambilkan dari
uang zakat, rumah sakit dari uang zakat, terus kalau giliran orang
melarat masuk rumah sakit disuruh bayar atau tidak? Masih tetapo suruh
bayar sungguh aneh, mana ini manfaatnya buat faqir miskin? Buku-bbuku
agama dicetak dari uang zakat akan tetapi orang faqir masih tetap bayar?
Nanti akan dibagi gratis! Akan tetapi orang kaya ngambil juga, ini
bermasalah karena ini memang bukan jalurnya, jadi pelik urusan ini
selesaikan dengan cara yang bena, kalau miliknya orang faqir kasihkan.
Kalau ingin membangun rumah sakit atau sebagainya hubungi orang-orang
kaya, kalau orang menganggap bahwasannya kita perlu jihad pemikiran
seperti membuat TV dan sebagainya memang ini jihad akan tetapi akankah
kita ambil dari uang zakat? Tentunya akan habis dan orang faqir tidak
akan mendapat bagian.
Kalau memang kiat menganggap ini adalah jihad
membujat TV islami, radio islami membuat media islami semuanya adalah
jihad untuk memerangi pemikirang-pemikiran yang kafir berarti sudah
menjadi kewajiban semuanya jangan diambilkan dari uang zakat, anda
kumpulkan dari sedekah semuanya jangan memakai uangnya orang faqir,
pakai uangnya orang kaya untuk membangun TV, rumah sakit dll , memang
kita harus berfikir sejenak masak kita membangun rumah sakit dengan
uangnya orang faqir, sekali lagi tidak, kami mohon anda para pengumpul
zakat untuk menyalurkan zakat yang benar, dan ini harus ditegaskan, jadi
jangan sampai urusan uangnya orang ini memakai pendapat yang lemah,
jangan ada yang mengatakan ini ada fatwanya ulama’ akhir zaman sebut
saja Syeihk Yusuf Qardhawi yang memperkenankan, dan memang beliau adalah
seorang Alim besar, tapi kenapa kita mengambil pendapat beliau dalam
ururusan uang ini? Kenapa kita tidak mengambil fatwa beliau yang lainnya
dalam masalah ibadah yang beliau juga ngentengin, sesaat berkata tidak
bias diambil fatwanya syeikh Yusuf Qardhawi karena orangnya ngentengin,
tapi kenapa urusan zakat kita seneng negmbil pendapatnya?
Jujur
kata guru kami Habib Hasan Baharun kalau kamu ingin mengeluarkan fatwa
keluarlah dari hawa nafsumu dari kepentingan pribadimu, kepentingan
pribadi itu ingin mendapatkan uang atau ingin mendapatkan nama atau
ingin yayasannya paling berhasil atau pengumpulan zakat ini adalah
pengumpulan paling berhasil se Indonesia? Ini hanya bangga-bangan di
dunia saja, keluarkan dari kepentingan pribadi engakau akan bias
mengeluarkan fatwanya ulama’ yang paling benar, kalau masih ada
kepentingan tidak akan bisa, anda yang punya pondok keluarkan pondok
anda dari kepentingan fatwa anda, anda yang kiayi keluarkan kekiyaian
anda baru anda mengeluarkan fatwa kalau ada kepentingan nanti inikan
kepentingan saya sayakan kiayi rugi dong, mengambil pendapat lemah tidak
boleh di dalam haknya orang lain ini, apa lagi ini bukan pendapat
lemahnya orang dulu pendapatnya ulama’ akhir zaman kalau misalnya ada
ulama’ terdahulu berpendapat demikian sebagai contoh umapanya Imam Abu
Hanifah berbeda denagn jumhur ulama’ mungkin masih bisa, tetapi setelah
kita timbang ternyata maslahahnya dari pada diberikan ke masjid atau
madrasah ternyata lebih manfaat ke orang faqir miskin, apa lagi Ulama’
besar 4 madzhab, tabi’in tidak ada yang berpendapat memperkenankannya
dan para sahabatpun tidak juag dan sudah menjadi ijma’ bahwasannya zakat
tidak boelh diberiakn kemana-mana kecuali Fi Sabilillah ini adalah
orang-orang yang berperang di jalan Allah dengan perang fisik dan mereka
tidak mendapatkan gaji dari pemerintah , ini saja barang kali yang
hanya bisa kami sampaikan jangn sampai kita mengambil haknya orang lain
ini sangat berat tanggung jawabnya kelak di hadapan Allah SWT, jangan
sampai kita itu menggunakan ilmu hanya dengan dasar katanya, fatwa fiqih
semacam ini tidak boleh langsung diserap mentah-mentah harus
benar-benar ditahqiq baru setelah itu dikeluarkan dalam bentuk fatwa
yang kuat berdasarkan pendapatnya para ulama’ dan sekali lagi ini bukan
pendapat kami akan tetapi pendapat para ulama’ besar, semoga Allah
member kiat keinshafan karena di depan kiat masih ada alam barzah dan
ada hisab serat masih ada surge dan neraka jadi kita harus jujur di
dalam hal ini.
Dan sunnah zakat itu dikumpulkan pada sebuah amil
zakat pemerintah yang memang benar cara pengelolaan dan penyalurannya,
akan tetapi kalau kurang benar maka lebih baik berikan langsung saja ke
yang berhak tidak usah dikumpulkan, apa lagi ada indikasi penyaluran
yang tidak benar dan adanya penundaan berarti dalam hal ini dia tidak
adil biarpun dia paling bagus seluruh dunia sujudnya luar biasa dan kiat
tidak boleh menyrahkan zakat ke Amil tersebut bahkan sebagian ulama’
mengatakan haram kalau anda tahu yang dititipi zakat itu tidak benar dan
seolah-olah anda belum bayar zakat dan ini sekarang perlu dicek
kembali, akan tetapi ini adalah amanat kalau anda pejabat pemerintah
jangan sampai mengambil barangnya faqir miskin, kalau anda ingin
membayar zakat anda harus tahu kemana akan diarahkan zakat tersebut, nah
kalau anda sudah tahu bahwa amilzakat tersebut salah dalam
menyalurkannya maka dosa anda bertumpuk-tumpuk kalau masih membayar
zakat ke amil teresbut, soalnya yang pertama zakat anda tidak syah, lalu
anda membantu amil tersebut melakukan maksiat karena
memberikan/menggunakan kepada yang bukan haknya alias mengambil haknya
oran glain dalam hal ini adalah faqir miskin, dan kalau ada ulama’ mau
diberi zakat bukan karena ulama’nya akan tetapi kefaqirannya, dan tolong
jujur seorang yang kaya yang katanya cintra ulama’ akankah memebrikan
ulama’ dengan uang zakat yang dikatakan oleh nabi saw sebagai kotoran
harta, kalau anda cinta ke guru anda ambilkan dari harta yang paling
bersih bukan dari uang zakat.
Wallahu A’lam bish-Showab.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar