HOME | CARI ARTIKEL DI SINI

Sabtu, 19 Maret 2016

Cara Setan Menghilangkan Iman

Cara Setan Menghilangkan Iman Seorang Muslim Kala Sakaratul Maut mungkin sudah banyak yang mengetahuinya.
Dalam Kitab Daqoiqul Akhbar karya(Imam Abdurrahim bin Ahmad Al Qodhy) dijelaskan bahwa setan akan menghilangkan iman seorang muslim saat sakaratul maut.
Setan datang dengan membawa air yang disebutnya dapat menghilangkan dahaga.
Namun bila air itu diminum, kala itu juga seorang muslim akan hilang imannya.
Nauzubillah Min Zalik..
Dalam sebuah hadits diceritakan,
"Sesungguhnya setan yang dilaknati Allah mendatangi dan duduk di atas kepala seorang hamba (yang sedang menghadapi sakaratul maut) dan berkata kepadanya, "Tinggalkanlah agama ini dan katakanlah Tuhan ada 2 agar engkau selamat dari kepayahan."
Ketika itu ada kekhawatiran dan ketakutan yang sangat besar, oleh karena itu tetaplah dirimu agar selalu menangis dan tadharru' (merendahkan diri) kepada Allah dan bangun pada tengah malam dengan memperbanyak ruku' dan sujud agar selamat dari siksa Allah SWT."
Pada suatu hari Imam Abu Hanifah pernah ditanya oleh seorang muslim.
"Apakah dosa yang paling besar dapat menghilangkan iman?" tanya muslim itu.
"Meninggalkan syukur atas iman, meninggalkan takut mati dan berbuat zalim terhadap sesama.
Maka orang yang dalam hatinya ada 3 sifat tersebut, biasanya ia keluar dari dunia sebagai orang kafir, kecuali orang yang mendapat keberuntungan," jawab Imam Abu Hanifah.
Wallahu'alam Bishowab
sumber

Kelebihan Umat Baginda Yang Mulya Rasullah SAW Menurut Pendapat Nabi Adam As

Disebutkan bahwa Nabi Adam A.S telah berkata, "Sesungguhnya Allah S.W.T telah memberikan kepada umat Muhammad S.A.W empat kemuliaan yang tidak diberikan kepadaku:
1. Taubatku hanya diterima di kota Mekah, sementara taubat umat Nabi Muhammad S.A.W diterima di sembarang tempat oleh Allah S.W.T.
2. Pada mulanya aku berpakaian, tetapi apabila aku berbuat durhaka kepada Allah S.W.T, maka Allah S.W.T telah menjadikan aku telanjang. Umat Muhammad S.A.W membuat durhaka dengan telanjang, tetapi Allah S.W.T memberi mereka pakaian.
3. Ketika aku telah berdurhaka kepada Allah S.W.T, maka Allah S.W.T telah memisahkan aku dengan isteriku. Tetapi umat Muhammad S.A.W berbuat durhaka, Allah S.W.T tidak memisahkan isteri mereka.
4. Memang benar aku telah durhaka kepada Allah S.W.T dalam syurga dan aku dikeluarkan dari syurga, tetapi umat Muhammad S.A.W durhaka kepada Allah akan dimasukkan ke dalam syurga apabila mereka bertaubat kepada Allah SWT
5. kita sebagai Umat AKHIR zaman
Allah s.w.t telah memilih kita sebagai umat akhir zaman dimana tiada umat lain yang akan dijadikan oleh ALLAH selepas kita. Walaupun begitu, pada hari akhirat di padang mahshar kelak, Allah akan menyusun semua umat manusia dari zaman nabi Adam hinggalah ke zaman nabi Muhammad s.a.w mengikut saf2 dan ALLAH telah memilih umat nabi Muhammad s.a.w untuk berbaris di saf yang pertama walaupun umat nabi Adam yang merupakan umat pertama dijadikan oleh ALLAH s.w.t.. Ini menunjukkan betapa kasih dan sayang ALLAH kepada umat Nabi Muhammad s.a.w kerana tidak mahu umat nabi Muhammad s.a.w. berada terlalu lama di padang mahshar.
6. Pahala yang berlipat kali ganda
Kebaikan yang Umat nabi Muhammad s.a.w lakukan akan dibalas dengan berlipat kali ganda.
1 amalan dibalas dengan 10 kebajikan. MasyaALLAH.. begitu sayang ALLAH s.w.t kepada umat nabi Muhammad berbanding dengan umat2 yang terdahulu. Malahan, 1 kesalahan yang dilakukan akan dibalas dengan satu dosa yang setimpal. Sungguh kasih ALLAH s.w.t kepada kita iaitu umat Nabi Muhammad s.a.w
7. Syafaat Nabi Muhammad s.a.w
Nabi Muhammad s.a.w merupakan satu2 nya nabi yang dapat memberi syafaat atau pertolongan hanya kepada umatnya di akhir zaman kelak. Begitu beruntungnya kita sebagai umat nabi Muhammad s.a.w. Umat yang terdahulu tidak mempunyai pembela, penolong dan sebagainya tetapi Umat Nabi Muhammad s.a.w diberikan keistimewaan oleh ALLAH s.w.t untuk menerima syafaat oleh Nabi junjungan kita Muhammad s.a.w.
8. Penangguhan siksaan di dunia
Umat nabi muhammad s.a.w tidak akan disiksa atau di jatuhkan hukuman oleh ALLAH sehinggalah tiba hari akhirat kelak. Nabi Muhammad s.a.w telah memohon kepada ALLAH supaya memberikan peluang kepada Umatnya sehingga hari pembalasan untuk bertaubat kepada ALLAH terhadap kesalahan2 yang dilakukan
9. Malam Lailatul Qadar
Umat nabi muhammad s.a.w merupakan satu2nya umat yang diberikan oleh ALLAH satu malam yang menyamai 1000 bulan iaitu malam lailatul Qadar. SubhanALLAH. maha suci ALLAH yang maha pengasih dan penyayang kepada kita. Diberikan kita peluang2 yang sangat tidak ternilai harganya untuk kita kumpul untuk bekalan di akhirat kelak. Betapa beruntungnya kita digelar Umat nabi Muhammad s.a.w
Berkata nabi Musa a.s: Ya Tuhanku..!Engkau telah anugerahkan segala kebaikan untuk Ahmad (Muhamamad) dan umatnya, maka jadikanlah aku dari umatnya!

Berfirman Allah dalam Al Quran: "Wahai Musa..! Sesungguhnya Aku telah memilih engkau dari antara manusia utk menyampaikan perutusanKu dan percakapanKu, maka terimalah apa yg Aku berikan kpdmu, dan hendaklah engkau menjadi orang2 yg bersyukur." (al-A`raf:144)
Nabi Musa As berkata: Ya Tuhanku..! Adakah Engkau telah menciptakan seorang makhluk yg lebih mulia disisiMu drpdku. Engkau tlh memilihku dr antara byk manusia dan berkata-kata padaku di gunung Thur Sina.
Berfirman Allah: Wahai Musa..! Tidakkah engkau mengetahui bhw Muhammad itu lbh mulia disisiKu dr sekalian makhlukKu. Dan sudah Aku teliti semua kalbu hamba2Ku, maka tiadalah Aku dapati suatu kalbu pun yg lbh merendah diri dari kalbumu. Sebab itulah Aku memilihmu dr sekalian manusia untuk engkau menyampaikan perutusan Ku dan percakapan Ku. dan hendaklah engkau mati dlm keadaan mengesakan Aku (tauhid) dan juga mencintai Muhammad SAW.
Berkata Nabi Musa a.s: Ya Tuhanku..! Adakah di atas muka bumi ini suatu kaum yg lbh mulia disisiMu drpd umatku. Engkau tlh melindunginya dgn awan gemawan. Engkau turunkan dr langit makanan Man dan Salwa utk mereka.
Berfirman Allah: Wahai Musa! Tidakkah engkau mengetahui, bhwsanya kelebihan umat Muhammad atas sekalian umat yg lain, laksana kelebihanKu atas sekalian makhluk2Ku.
Berkata Musa a.s: Ya Tuhanku! Berilah aku melihat mereka (umat Muhammad)!
Berfirman Allah: Engkau tidak akan dpt melihat mereka. Tetapi jika engkau mau mendengar suara mereka, bolehlah Aku dgrkan.
Berkata Musa a.s: Baiklah, aku suka.
Berfirman Allah Ta`ala: Wahai umat Muhammad! Maka sekalian umat Muhammad menyahut dgn suara yg keras:
Labbaikallahumma Labbaika! (Kami menyahut, duhai tuhan, kami menyahut), padahal ketika itu mereka sekalian masih berada didlm tulang2 sulbi bapa2 mereka (masih blm dilahirkan lg)
Maka berkata Allah Ta`ala: RahmatKu dan salam sejahteraKu atas kamu. RahmatKu mendahului kemurkaanKu, dan keampunanKu mendahului penyiksaanKu. Ketahuilah bhwsanya Aku tlh mengampuni kamu sekalian sblm kamu memohon ampun kpdKu. Aku telah mengabuli kamu sblm kamu memohon kpdKu. Aku tlh memberi kanmu sblm kamu meminta kpdKu. Lantaran itu, barangsiapa di antara kamu yg menemuiKu sdg dia menyaksikan Laa Ilaaha Illallaah wa-anna Muhammadar Rasulullah (tiada Tuhan melainkan Allah, dan bhwsanya Muhammad Rasulullah) niscaya Aku mengampuni segala dosanya.
Berkata Rasulullah SAW: Allah swt ingin memberi kurniaNya kpdku dgn menfirmankan ayat berikut: Dan tiadalah engkau (Muhammad) dipenjuru gunung Thur Sina, ketika Kami menyeru. Yakni umatmu sehingga Musa a.s dpt mendengar percakapan mereka.
Shalawat dan salam selalu tercurah atas junjungan besar Baginda yang mulya Rasulullah Muhammad SAW.
(Mutafaq'alaih)
Wallahu'alam Bishowab
sumber

Asy-Syaikh Al Kabir Abu Madyan Syuaib At-Tilimsani Al-Maghribi

(Salah satu Guru Besar Al Imam Al Faqih Al Muqaddam Muhammad bin Ali Ba-alawy)
------------------------------_
Dalam al-Ma‘azi disebutkan bahwa ia adalah al-Syaikh al-Arif, al-Shiddiq al-Akbar, Abu Madyan Syu‘aib ibn al-Husain al-Anshari. Ia berasal dari Qutniyanah Sevilla. Ia tinggal beberapa lama di Jayy, dan kemudian mengajak para pengikutnya pindah ke Marakis. Ia meninggal dunia sebelum tiba di tempat tujuannya, dan dimakamkan di dekat kota itu.
Kami berpendapat bahwa ia meninggal di lembah dekat Tilmisan yang pernah ia datangi pada 594 H. Sebagian mengatakan ia pernah ke sana pada 588 H. Namun, pendapat pertama lebih populer. Ia dikebumikan di daerah Abad, dekat Tilmisan. Pendapat ini di antaranya dituturkan oleh al-Tadili.
Abu al-Shabr Ayyub ibn Abdillah al-Fihri ketika memperkenalkan Syekh Abu Madyan berkata, “Ia seorang zahid yang mulia dan mengenal Allah.”
Ia juga berkata, “Syekh adalah seorang zahid, warak, dan berpengetahuan luas. Ia mengarungi lautan ahwal (kondisi ruhani) serta mendapatkan berbagai rahasia makrifat, terutama maqam tawakal. Tidak ada yang sama dengannya dan jejaknya dikenal banyak orang.”
Dalam kesempatan lain ia mengatakan, “Pengetahuannya luas, selalu menjaga murâqabah, dan setiap saat menghadap kepada Allah dengan hatinya sehingga keadaan itu menjadi salah satu cirinya.”
Sementara, Abu al-Abbas Zaruq berkata, “Ia selalu memasuki kondisi khalwat dengan kalimat lâ ilâha illallâh wahdahu lâ syarîka lahu. Lahu al-Mulk wa lahu al-hamd yuhyî wa yumîtu wa huwa alâ kulli syay’in qadîr.”
Ia memiliki keistimewaan dalam maqam tawakal. Karena itu, tidak ada yang sama dengannya dan kedudukannya sulit ditandingi.
Ketika bercerita tentang Syekh Abu Madyan, penulis al-Najm berkata, “Sayyid Abu Madyan adalah pemimpin para arif dan teladan para salik. Ia adalah tokoh istimewa dan wali Allah yang berada di garis terdepan. Allah menghimpun pada dirinya ilmu syariat dan hakikat. Dengannya Allah terangi rambu-rambu tarekat. Allah menjadikannya sebagai salah satu pilar alam maujud. Ia dimunculkan di wilayah Maroko sebagai pemberi petunjuk dan penyeru seluruh makhluk. Murid-muridnya datang dari berbagai penjuru dunia hingga ia dikenal dengan gelar Syaikh al-Syuyûkh (mahaguru).


Maqam beliau Didaerah Abbad,Tilimsan...
sumber

Alur Sungai Berpindah Arah Dengan Karomahnya

Al Alim Al Allamah Al Arifbillah Al Habib Hasan Bin Thaha Bin Yahya
(Syekh Kramat Jati)
*Alur Sungai Berpindah Arah Dengan Karomahnya*
-----------------------------
A Habib Hasan dari luar
Habib Hasan bin Thoha bin Yahya yang lebih terkenal dengan nama Syekh Kramat Jati, Raden Tumenggung Sumodiningrat, Wedono Lebet Kerajaan dan me­nantu Sultan HB II, lahir di kota Betawi/cirebon, dari pasangan Habib Thoha bin Muhammad al-Qadhi bin Yahya dengan Syarifah Fathimah binti Husain bin Abu Bakar bin Abdullah Al-Aydrus. Beliau mendapat pendidikan langsung dari kedua orang tuanya sampai hafal Al Qur’an sebelum usia tujuh tahun. Kecerdasan dan kejernihan hati yang dimiliki, menjadikannya sebelum menginjak dewasa, telah banyak hafal kitab-kitab hadist, fiqh dan lain sebagainya.


Nasab Beliau
al-Arifbillah al-Quthb al-Habib Hasan bin
al-Quthb Thaha bin
al-Quthb 'ulum Muhammad al-Qadhi bin
al-Quthb Thaha bin
al-Quthb Muhammad bin
al-Quthb Kabiir Syekh bin
al-Quthb Ahmad bin
al-Quthb Sulthanul Awliya al-Imam Yahya bin
al-Quthb Hasan al-Akmar bin
al-Quthb Ali an-Naas bin
al-Quthb Imam Alwy bin
Syaikh Muhammad Maula Ad-Dawilah bin
Syaikh Ali Shohibud Dark bin
Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin
Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin
Sayyidina Ali bin
Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin
Sayyidina Al-Imam Khali' Qatsam bin
Sayyidina Alwi bin
Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin
Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin
Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin
Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin
Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin
Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin
Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin
Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin
Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin
Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein Ra
Setelah menimba ilmu dari ayahnya sayyid Thoha dan beberapa ulama di jawa, Beliau ke Tarim, Hadhramaut setelah berziarah Baitullah al-haram dan kubur Datuknya Baginda Nabi SAW. Di haromain beliau mengambil dari beberapa ulama-ulama Haromain tersebut. Termasuk mengambil dari al-Habib Umar bin Aqil bin Yahya (Madinah), dan tokoh-tokoh ulama besar haromain di zamannya. Semuanya guru-guru dari haromain mendapat ijazah yang sempurna dalam ilmu dhohir wal bathin, artinya kitab-kitab Fiqh ala Madzhab al- arbi’ah dan kutubul hadist, kitab tafsir dan mendapat ijazah mengajar dan berdakwah.
Beliau selanjutnya melanjutkan perjalanannya menuju hadhramaut, Tarim. Setelah ziarah kepada Sayidina al-Faqih al-Muqaddam dan ulama dan awliya di zambal serta salafuna sadatuna sholihin sadatuna alawiyyin, beliau berziarah ke Ghorot, di mana kubah besar disitu kuburnya datuknya yang bernama al-Imam A’imatul Ulama Quthbil Ghauts al-Habib Syaikh bin Ahmad bin Yahya. Dan beberapa kubur ulama-ulama awliya keluarga bin Yahya, termasuk kubur kakek dari jiddahnya al-Habib Syaikh bin Abdurrahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya. Ibu dari al-Habib Muhammad al-Qadhi, kakek dari al-Habib Hasan bin Thoha tersebut. Bernama seorang waliyah Sayyidah Ruqayah binti Syaikh bin Abdurrahman al-Faqih bin Aqil bin Ahmad bin Yahya.

Kubah itu besar sekali, al Habib Syaikh bin Ahmad bin Yahya, datuk dari ayahnya al-habib Hasan adalah murid dari Sayyidi Al-Imam Syaikh Abu bakar bin Salim. Ibu dari al-Imam Ahmad bin Yahya tersebut, adalah Sayidah Mufadhol binti al-Habib Syaikh bin Abdullah al-Akbar al-Aydrus, yang terkenal dengan Sulthanul Mala’ atau Quthbil Mala’. Maka setelah beliau berziarah baru mulai mengambil ilmu kepada para ulama-ulama di hadhromiyah dari para sadah itu sendiri dan lainnya.

Disamping belajar ilmu syariat, Habib Hasan juga belajar ilmu Thoriqoh dan hakikat kepada para ulama’ dan Auliya’ waktu itu. Diantara guru beliau adalah al-Habib Quthbil Aqthab al-Mujadid Ahmad bin Umar bin Smith seorang wali Qutub pada zaman itu, juga mengambil dari Quthbil al-Habib Ali bin Hasan al-Aththas shohib Mashad, serta mengambil pula dari al-Habib Thohir bin Muhammad bin Hasyim seorang wali Quthb besar, kakek dari al-Habib Abdullah bin Husain bin Thohir. Juga mengambil daripada al-Habib Allamatud dunya Abdurrahman bin Abdullah bil Faqih. Dan juga mengambil dari al-Habib Abdurrahman bin Musthafa al-Aydrus dan mengambil dari cucu al-Habib Abdullah bin Alwy al-Haddad, yaitu al-Habib Alwy bin Hasan bin Abdullah al-Haddad, dan mengambil dari ulama sadatil Seqqaf guru beliau sangat banyak, Quthbil Ghouts Al Habib Alwi bin Abdullah Bafaqih dan masih banyak guru yang lain.

Beliau selanjutnya dari Tarim setelah mendapatkan ijazah sebagaiman beliau dapatkan di haromain, beliau keliling ketempat-tempat sumber ilmu seperti ke Mesir sampai Maghrobi dan kota-kota yang banyak ulamanya, disitu beliau banyak mengambil pengalaman penjajah Inggris maupun Perancis. Pengalaman itu dijadikan bekal untuk mengetahui bagaimana politik penjajahan sampai dalam segi bidang ekonomi.

Selanjutnya beliau ke India dan bertemu pula dengan pemuka-pemuka ulama dan beliau tidak terpelapasa mengambil adari tokoh-tokoh ppembersaer ulama tersebut dari sadatil al-Aydrus, bin Syaahab, bin Yahya dan al-Jailani. Beliau disamping disana sambil berdakwah dan mengajarkan ilmu pertanian yang sehingga beliau sangat dicintai oleh masyarakat sekalipun non muslim, karena beliau mengambil ilmu pertanian, masyarakat merasa diuntungkan sehingga dengan mudah beliau mengembangkan al Islam sedikitpun tidak menggunakan kekerasan, yang akhirnya beliau pulang ke Penang. Untuk bertemu dengan Abahnya di Penang Malaysia, as-Sayid Thoha digelari as-Sayyid ath-Thahir.

Al-habib Thaha tersebut pernah tinggal di semarang, Cirebon dan banten. Seorang ulama yang sangat dicintai dan disegani oleh masyarakat dari kalangan atas dan bawah, sekalipun non muslim sangat hormat karena keluhuran akhlaknya.

Al-Habib Thaha sebelum masuk ke Indonesia, terlebih dahulu di Penang dizaman hidup beliau di Penang. Jama’ah Haji dari mana pun banyak yang berziarah kepada beliau (al-Habib Thaha) di Penang.

Habib Hasan selalu mendapat ijazah dari setiap ilmu yang di dapatinya baik ijazah khusus maupun umum. Ilmu yang beliau miliki baik syariat, Thoriqoh maupun hakikat sangat luas bagaikan lautan sehingga di kalangan kaum khos (khusus) maupun awam dakwah beliau bisa diterima dengan mudah. Maka tak heran bila fatwa-fatwa beliau banyak didengar oleh pembesar kerajaan waktu itu.
Pada waktu muda, setelah mendapat ijin dari gurunya untuk berdakwah dan mengajar, beliau masuk dulu ke Afrika di Tonja, Maroko dan sekitarnya, kemudian ke daerah Habsyah, Somalia terus ke India dan Penang Malaysia untuk menemui ayahnya.

Setelah tinggal beberapa waktu di Penang, beliau mendapat ijin dari ayahnya untuk ke Indonesia guna meneruskan dakwahnya. Beliau pertama kali masuk ke Palembang kemudian ke Banten. Pada saat tinggal di Banten, beliau diangkat oleh Sultan Rofiudin, atau Sultan Banten yang terakhir waktu itu menjadi Mufti Besar. Di Banten beliau bukan hanya mengajar dan berdakwah, tetapi juga bersama-sama dengan pejuang Banten dan Cirebon mengusir penjajah Belanda. Walaupun Sultan Rofi’udin telah ditangkap dan dibuang ke Surabaya oleh Belanda, tetapi Habib Hasan yang telah menyatukan kekuatan pasukan Banten dan Pasukan Cirebon tetap gigih mengadakan perlawanan.

Setelah itu beliau meneruskan dakwahnya lagi ke Pekalongan-Jawa Tengah. Di Pekalongan beliau mendirikan Pesantren dan Masjid di desa Keputran dan beliau tinggal di desa Ngledok. Pondok Pesantren itu terletak di pinggir sungai, dulu arah sungai mengalir dari arah selatan Kuripan mengalir ke tengah kota menikung sebelum tutupan Kereta Api. Tetapi dengan Karomah yang dimiliki Habib Hasan, aliran sungai itu dipindah ke barat yang keberadaanya seperti sampai sekarang.

Pengaruh Habib Hasan mulai dari Banten sampai Semarang memang sangat luar biasa, tidak mengherankan bila Belanda selalu mengincar dan mengawasinya. Dan pada tahun 1206 H/1785 M terjadilah sebuah pertempuran sengit di Pekalongan. Dengan kegigihan dan semangat yang dimiliki Habib Hasan dengan santri dan pasukannya, Belanda mengalami kewalahan. Tetapi sebelum meletusnya Perang Padri Pesantren Habib Hasan sempat dibumi hanguskan oleh Belanda.

Akhirnya Habib Hasan bersama pasukan dan santrinya mengungsi ke Kaliwungu, tinggal disuatu daerah yang sekarang di kenal dengan desa Kramat. Atas perjuangan, kearifan, serta keluasan ilmu yang terdengar oleh Sultan Hamengkubuwono ke II membuatnya menjadi kagum kepada Habib Hasan.

Karena kekaguman tersebut akhirnya Habib Hasan diangkat menjadi menantu Sultan Hamengkubuwono ke II dan daerah yang ditempati mendapat perlindungannya.
Di Kaliwungu beliau tinggal bersama sahabatnya bernama Kyai Asy’ari seorang ulama besar yang menjadi cikal bakal pendiri Pesantren di wilayah Kaliwungu (Kendal ), guna bahu membahu mensyiarkan Islam. Masa tua hingga wafatnya Habib Hasan tinggal di Semarang tepatnya di daerah Perdikan atau Jomblang yang merupakan pemberian dari Sultan HB II. Beliau juga merupakan Komandan daerah perang (mandala) di gunung kidul

Thoriqoh yang dipegang oleh Habib Hasan adalah Thoriqoh Saadatul Alawiyyin (Alawiyyah). itulah yang diterapkan untuk mendidik keluarga dan anak muridnya, seperti membaca aurod Wirdul Lathif, dan istighfar menjelang Maghrib. Setelah berjamaah maghrib dilanjutkan sholat sunah Rowatib, tadarus Al qur’an, membaca Rotib dari Rotibul Hadad, Rotibul Athos, Rotibul Idrus dan wirid Sadatil Bin Yahya serta Rotibnya. Terus berjamaah sholat Isya’ selanjutnya membaca aurad dan makan berjama’ah.

Diantara kebiasaan beliau yang tidak pernah ditinggalkan adalah berziarah kepada para auliya’ atau orang-orang sholeh baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. (Ziaratul Ulama wal Auliya ahyaan wa amwatan ).

Rumah beliau terbuka 24 jam non stop dan dijadikan tumpuan umat untuk memecahkan segala permasalahan yang mereka hadapi. Semasa beliau berdakwah dalam rangka meningkatkan umat dalam ketaqwan dan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, pertama sangat menekankan pentingnya cinta kepada Baginda nabi Muhammmad Saw. beserta keluarganya yang dijadikan pintu kecintaan kepada Allah Swt. Kedua kecintaan kepada kedua orang tua dan guru, yang menjadi sebab untuk mengerti cara taqorub, taqwa dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Habib Hasan adalah seorang yang lemah lembut dan berakhlak mulia tetapi sangat keras dalam berpegang teguh kepada Syariatilah dan Sunah Rasul. Beliau tidak pernah mendahulukan kepentingan pribadinya.

Banyak amal sirri (rahasia) yang dilakukan oleh beliau setiap malamnya. Sehabis Qiyamull Lail, Habib Hasan berkeliling membagikan beras, jagung dan juga uang kerumah-rumah Fuqara wal masakin, anak-anak Yatim dan janda-janda tua. Beliau sangat menghargai generasi muda dan menghormati orang yang lebih dituakan.
Makam habib hasan dari dalam
Pada waktu hidup, beliau dikenal sebagai seorang yang ahli menghentikan segala perpecahan dan fitnah antar golongan dan suku. Sehingga cara adu domba yang dilakukan pihak penjajah tidak mampu menembusnya. Di samping sebagai ulama’ besar juga menguasai beberapa bahasa dengan fasih dan benar.
Habib Hasan wafat di Semarang dan dimakamkan di depan pengimaman Masjid Al Hidayah Taman duku Lamper Kidul Semarang. Hingga saat ini, banyak peziarah yang yang datang berziarah, berdoa dan bertawassul dimakamnya. Rodliyallahu ‘anhu wanafa’ana bibarokaatihi waanwarihi wa’uluumihi fiddiini waddunya wal aakhiroh
sumber

ORANGTUA NABI MUHAMMAD SAW MASUK SURGA

(Bantahan Bahwa Orang tua Nabi SAW Masuk Neraka)
-----------------------------------
Di dalam kitab "Kifayatul 'Awam" karya Syeikh Ibrahim Al-Baujuri halaman 24-25, cetakan "Darul Kutub al-Islamiyyah", Kalibata – Jakarta Selatan disebutkan bahwa orangtua Nabi Muhammad saw masuk surga dengan keterangan sebagai berikut:
Artinya:
=====
Ahlul Fatrah adalah orang-orang yang tidak ada di zaman rasul atau tidak ada rasul yang diutus Allah kepada mereka. Mereka adalah golongan orang-orang yang selamat, meskipun mereka para penyembah berhala, karena udzur mereka. Allah ta’ala memberikan tempat-tempat khusus di surga, bukan surga karena amal mereka. Karena, tidak ada amal sama sekali bagi mereka. Inilah fakta masalah. Olehkarena itu, peliharalah fakta masalah ini !
Peringatan:
=======
Jika anda sudah yakin bahwa Ahlul Fathrah (masa kevakuman atau kekosongan Rasul) itu termasuk orang-orang yang selamat (dari neraka) berdasarkan pendapat ulama yang kuat, maka anda harus yakin pula bahwa kedua orangtua Nabi Muhammad saw adalah orang-orang yang selamat (dari neraka). Karena, mereka berdua termasuk Ahlul Fathrah (termasuk juga kakek, buyut Nabi dan ke atasnya). Bahkan mereka berdua termasuk Ahlul Islam, karena Allah telah menghidupkan mereka berdua untuk Nabi Muhammad saw sebagai pengagungan kepadanya. Kemudian, kedua orangtua Nabi beriman kepadanya sesudah kebangkitannya menjadi seorang rasul. Alangkah indahnya sya’ir yang dilantunkan oleh seorang ulama karena mengagungkan beliau:
حبا الله النبي مزيد فضل ### على فضل و كان به رؤوفا
فأحيا أمه و كذا أبوه ### لايمان به فضلا منيفا
فسلم فالقديم بذا قدير ### و ان كان الحديث به ضعيفا
Artinya:
=====
“Allah memberikan anugerah kepada Nabi saw dengan tambahan anugerah di atas anugerah. Dia Maha Penyayang terhadap Nabi-Nya.
Kemudian, Dia menghidupkan ibunya, begitupula bapaknya untuk beriman kepadanya karena anugerah yang agung.
Maka, hendaklah kau taslim (terima) ! Karena, Dzat Yang Maha Qadim (Maha Dahulu) adalah Dzat Yang Maha Kuasa atas itu, meskipun hadits itu kedudukannya lemah (bukan hadits palsu) dengannya.”
Hadits ini berdasarkan pada sebuah keterangan yang diriwayatkan dari Urwah dari Aisyah bahwa Rasulullah saw memohon kepada Tuhan-Nya agar Dia menghidupkan kembali kedua orangtuanya. Maka Allah pun menghidupkan kembali kedua orangtua beliau. Selanjutnya, keduanya beriman kepada Nabi Muhammad saw. Kemudian, Allah mematikan kembali keduanya.
Berkata Suhaili: "Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, bisa saja Allah mengkhususkan Nabi-Nya dengan apa-apa yang Dia kehendaki dari sebab karunia-Nya dan memberi nikmat kepada Nabi-Nya dengan apa-apa yang dia kehendaki dari sebab kemuliaan-Nya."
Mudah-mudahan hadits ini shohih menurut sebagian ulama ahli hakekat, sebagaimana diterangkan oleh sebagian pendapat ulama Ahlussunnah wal Jama’ah di dalam lantunan sya’ir mereka:
أيقنت أن أبا النبي و أمه ### أحياهما الرب الكريم الباري
حتى له شهدا بصدق رساة ### صدق فتلك كرامة المختار
هذا الحديث و من يقول بضعفه ### فهو الضعيف عن الحقيقة عارى
Artinya:
=====
“Aku meyakinkan bahwa bapak Nabi saw dan ibunya telah dihidupkan kembali oleh Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Pencipta.
Sehingga mereka berdua bersaksi atas kebenaran risalah yang dibawanya. Hendaklah engkau membenarkan ! Maka, itulah kemulian Nabi pilihan-Nya.
Pahamilah hadits ini ! Dan, barangsiapa berkata bahwa hadits ini dho’if, maka orang tersebut adalah orang yang lemah dan kosong dari hakekat.”
Telah berkata sebagian ulama: "Telah ditanya Qodhi Abu Bakar bin 'Arobi, salah seorang ulama madzhab Maliki mengenai seorang laki-laki yang berkata bahwa bapak Nabi berada di dalam neraka. Maka, beliau menjawab bahwa orang itu dilaknat Allah. Firman Allah ta'ala:
{إِنَّ ٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلأخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِينًا}
Artinya:
=====
"Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan melaknat mereka di dunia dan akherat dan menyiapkan bagi mereka itu adzab yang menghinakan". (QS. Al-Ahzab: 57).
Dan tidak ada perbuatan yang lebih besar dibandingkan dengan perkataan bahwa bapak Nabi berada di dalam neraka. Betapa tidak ! Sedangkan Ibnu Munzir dan yang lainnya telah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa beliau berkata: "Engkau anak dari kayu bakar api neraka', maka berdirilah Rasulullah saw dalam keadaan marah, kemudian beliau berkata:
ما بال أقوام يؤذونني فى قرابتي و من أذاني فقد أذى الله
Artinya:
=====
"Bagaimanapun itu keadaan kaum yang menyakiti aku dalam kerabatku. Dan, barangsiapa menyakiti aku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah".
Dalam masalah ini Imam Jalaluddin as-Suyuthi telah menyusun beberapa karangan yang berkaitan dengan selamatnya kedua orangtua Nabi Muhammad saw (dari neraka). Semoga Allah membalas kebaikan beliau !!!
Begitupula di dalam kitab "At-Tajul Jami' lil Ushul fii Ahaditsir Rasul (التاج الجامع للأصول في أحاديث الرسول)" karya Syeikh Manshur Ali Nashif diterangkan (lihat foto yang ada tulisannya} pada jilid 1 halaman 382 yang artinya sebagai berikut:
NABI SAW BERZIARAH KE MAKAM IBUNYA
=============================
"Dari Abu Hurairah beliau berkata: Nabi saw berziarah ke makam ibunya dan beliau menangis. Begitupula orang-orang yang berada di sekitarnya pada menangis. Kemudian, beliau berkata: Aku meminta idzin kepada Tuhanku supaya aku bisa memintakan ampunan untuknya. Namun aku tidak diidzinkan oleh-Nya. Terus aku meminta idzin kepada-Nya supaya aku bisa menziarahinya. Kemudian, Dia mengidzinkan aku untuk menziarahi ibuku. Berziarahlah ke makam-makam !! Karena, berziarah itu dapat mengingatkan mati. Hadits riwayat Imam Muslim, Abu Dawud, dan Nasa'i ".
Maksud hadits tersebut di atas sebagai berikut:
Ketika Nabi Muhammad saw menziarahi ibunya yang bernama Sayyidah Aminah binti Wahab, beliau menangis karena ibunya tidak beragama Islam dan tidak mendapat kesenangan di dalamnya, dan Allah tidak mengidzinkan Nabi saw memintakan ampunan untuk ibunya. Karena, permintaan ampunan itu syaratnya harus beragama Islam. Sedangkan ibunda Nabi saw wafat dalam keadaan menganut agama kaumnya sebelum beliau diangkat jadi Rasul. Hal ini bukan berarti ibunda Nabi saw tidak masuk surga, karena ibunda Nabi saw itu termasuk ahli fatrah (masa kekosongan atau vakum antara dua kenabian).
Menurut ulama jumhur bahwa ahli fatrah itu adalah orang-orang yang selamat (orang-orang yang selamat dari api neraka dan mereka tetap dimasukkan ke dalam surga). Firman Alla swt dalam surat Al-Isra ayat 15:
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبۡعَثَ رَسُولاً۬
Artinya: Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.
Bahkan berlaku dan absah menurut ahli mukasyafah bahwa Allah ta'ala menghidupkan kembali kedua orangtua Nabi saw setelah beliau diangkat jadi Rasul. Kemudian, mereka beriman kepada Nabi saw. Olehkarena itu, sudah pasti mereka termasuk ahli surga.
Demikian pembahasan tentang tentang orang Tua baginda Nabi sebegai bukti Bahwa Baginda memang benar-benar manusia pilihan dari rahim pilihan dari keturanan pilihan
Semoga bermanfaat dan semoga Allah selalu merahmati Para Hamba-hamba Allah yang berjalan lurus

sumber

Al Alim Al Allamah Al Arifbillah KH Said bin Armia (Tegal)

KH. Sa’id bin KH. Armia adalah seorang waliyullah dari Tegal, Jawa Tengah. Beliau adalah seorang Kyai yang zuhud dan wira’i. Dalam kehidupan rumah tangganya serba pas-pasan tidak muluk-muluk laiknya para Pejabat yang serba mewah, padahal beliau sang Kyai adalah Kyai terkenal dan sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Attauhidiyyah Giren, Talang, Tegal.
Suatu hari istri sang Kyai, saat berada di tempat cucian baju sambil memegang gayung untuk mengambil air dari dalam kolam, membatin dalam hatinya: “Ya Allah, aku ingin memiliki emas.”
Seketika itu juga gayung yang ia pegang berubah menjadi emas. Sang Kyai yang melihat kejadian itu menangis dengan penuh kesedihan sambil berkata: “Ya Allah ampunilah istri hambaMu ini yang mempunyai keinginan dunia dalam hatinya.”
Sang istri yang melihat kedatangan suaminya dan mendengar perkataan sang Kyai menjadi malu dan bertobat kepada Allah Swt.
Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyyah Malang yang sekaligus murid dari KH. Said bin KH. Armia, pernah menceritakan bahwa sewaktu beliau belum menjadi murid KH. Said beliau melihat dari mata batin sebuah cahaya yang memancar ke atas menembus langit dari suatu tempat, karena penasaran beliau mencari sumber cahaya tersebut hingga sampailah beliau di desa Cikura, Bojong, Tegal, Jawa Tengah dan ternyata sumber cahaya tersebut berasal dari Pemakaman Umum di desa tersebut.
Beliaupun bertanya-tanya; “Siapakah yang dimakamkan di sana? Amalam apa yang menyebabkan makam tersebut mengeluarkan cahaya hingga menembus langit?”
Dan makam tersebut adalah makam seorang waliyullah yang agung yaitu Hadhratus Syeikh KH. Armia bin KH. Kurdi, salah seorang ulama yang selalu mengajarkan kepada masyarakat sekitar tentang Tauhidullah. Beliaupun tertarik untuk belajar kepada putranya yaitu KH. Said bin KH. Armia.

sumber

BUKAN BERARTI AKU ORANG YANG TERBAIK DIANTARA KALIAN

Al-Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :
“Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasehati kalian, dan Bukan berarti aku orang yang terbaik di antara kalian, bukan pula orang yang paling sholeh di antara kalian. Sungguh, akupun telah banyak melampaui batas terhadap diriku.
Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati Rabb-nya. Andaikata seorang muslim tidak memberi nasehat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberi nasehat. Akan menjadi sedikit jumlah orang yang mau memberi peringatan dan tidak akan ada orang-orang yang berdakwah di jalan Allah ‘Azza wa Jalla, tidak ada yang mengajak untuk taat kepada-Nya, tidak pula melarang dari memaksiati-Nya. Namun dengan berkumpulnya ulama dan kaum mukminin, sebagian memperingatkan kepada sebagian yang lain, niscaya hati-hati orang-orang yang bertakwa akan hidup dan mendapat peringatan dari kelalaian serta aman dari lupa dan kekhilafan. Maka terus meneruslah berada pada majelis-majelis dzikir (majelis ilmu), semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni kalian. Bisa jadi ada satu kata yang terdengar dan kata itu merendahkan diri kita namun sangat bermanfaat bagi kita. Bertaqwalah kalian semua kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.”
Pada suatu hari beliau rahimahullah pergi menemui murid-muridnya dan mereka tengah berkumpul, maka beliau rahimahullah berkata:
“Demi Allah ‘Azza wa Jalla, sungguh! Andai saja salah seorang dari kalian mendapati salah seorang dari generasi pertama umat ini sebagaimana yang telah aku dapati, serta melihat salah seorang dari Salafus Sholeh sebagaimana yang telah aku lihat, niscaya di pagi hari dia dalam keadaan bersedih hati dan pada sore harinya dalam keadaan berduka. Dia pasti mengetahui bahwa orang yang bersungguh-sungguh dari kalangan kalian hanya serupa dengan orang yang bermain-main di antara mereka. Dan seseorang yang rajin dari kalangan kalian hanya serupa dengan orang yang suka meninggalkan di antara mereka. Seandainya aku ridha terhadap diriku sendiri pastilah aku akan memperingatkan kalian dengannya, akan tetapi Allah ‘Azza wa Jalla Maha Tahu bahwa aku tidak senang terhadapnya, oleh karena itu aku membencinya.”
(Mawai’zh lilImam Al-Hasan Al-Bashri, hal.185-187).
sumber

Niat Membaca shalawat

Niat Membaca Shalawat
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ نَوَيْتُ بِالصَّلاَةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِمْتِثَالاً ِلأَمْرِكَ وَتَصْدِيْقًا لِنَبِيِّكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَمَحَبَّةً فِيْهِ وَشَوْقًا إِلَيْهِ وَتَعْظِيْمًا لِقَدْرِهِ وَلِكَوْنِهِ أَهْلاً لِذَلِكَ ، فَتَقَبَّلْهَا مِنِّيْ بِفَضْلِكَ وَإِحْسَانِكَ ، وَأَزِلْ حِجَابَ اْلغَفْلَةِ عَنْ قَلْبِيْ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ . وَوَفِّقْنِيْ لِقِرَائَتِهَا عَلَى الدَّوَامِ بِجَاهِهِ عِنْدَكَ .اَللَّهُمَّ زِدْهُ شَرَفًا عَلَى شَرَفِهِ الَّذِي أَوْلَيْتَهُ ، وَعِزًّا عَلَى عِزِّهِ الَّذِي أَعْطَيْتَهُ وَنُوْرًا عَلَى نُوْرِهِ الَّذِي مِنْهُ خَلَقْتَهُ ، وَأَعْلِ مَقَامَهُ فِي مَقَامَاتِ الْمُرْسَلِيْنَ وَدَرَجَتَهُ فِي دَرَجَةِ النَّبِيِّيْنَ ، وَأَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَرِضَاهُ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ مَعَ اْلعَافِيَةِ الدَّائِمَةِ وَالْمَوْتَ عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَكَلِمَتَيِ الشَّهَادَةِ عَلَى تَحْقِيْقِهَا مِنْ غَيْرِ تَغْيِيْرٍ وَلاَ تَبْدِيْلٍ ، وَاغْفِرْ لِيْ مَا ارْتَكَبْتُهُ بِمَنِّكَ وَفَضْلِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ اْلأَكْرَمِيْنَ .
Artinya: ”Ya Allah, sesungguhnya aku niat dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad sebagai bentuk menjalankan perintah-Mu, membenarkan Nabi-Mu Nabi Muhammad, sebagai wujud cinta dan rindu kepadanya, sebagai pengagungan bagi ketinggian pangkatnya karena beliau pantas menerimanya. Maka terimalah shalawatku ini dengan anugrah dan ihsan-Mu. Hilangkanlah tabir kelalaian yang mendindingi hatiku. Jadikanlah aku dalam kelompok hamba yang shalih. Berikanlah aku kekuatan untuk selalu membaca shalawat dengan pangkat Nabi Muhammad di sisi-Mu. Ya Allah, tambahkanlah kepada beliau kemuliaan atas kemuliaan yang Kau anugrahkan, keagungan yang Kau berikan kepadanya dan cahaya atas cayaha yang Kau ciptakannyaTinggikanlah kedudukannya dan pangkatnya pada pangkat para Rasul dan para Nabi. Aku meminta keridhaan-Mu dan keridhaannya Wahai Tuhan semesta alam untuk mendapatkan afiat yang senantiasa, meninggal atas mengamalkan al-Qur’an dan sunnah, berada dalam kelompok terbanyak dan atas dua kalimat syahadat dalam arti yang sebenarnya tanpa perubahan dan pergantian. Ampunilah dosa-dosaku dengan anugrah-Mu, keutamaan-Mu, kemurahan-Mu dan kedermawanan-Mu Wahai Yang paling memiliki kedermawanan.”
Tulisan ini merupakan penggalan dari sebuah karya berupa buku dengan judul:
فَاتِحُ اْلأَسْرَارِ وَمُفَرِّجُ الْهُمُوْمِ وَاْلأَغْيَار
فِي فَضَائِل ِاَحَدَ عَشَرَ صَلَوَاتٍ عَلَى النَّبِيّ الْمُخْتَار
Pembuka Segala Rahasia Penghempas Lara Dan kesulitan
Dalam Menguak Keutamaan 11 Shalawat Para Auliya
kepada Nabi Muhammad
(H. Rizki Zulqornain Asmat)

Ternyata Hidupku Cerminan dari Shalatku..

Barangsiapa terbiasa menunda sholat, maka ia harus siap tertunda dalam segala urusan kehidupannya: nikah, pekerjaan, keturunan, kesehatan, kemapanan, petunjuk dan lain-lain.
Hasan al-Bashri berkata:
أَيُّ شَيْءٍ يَعِزُّ عَلَيْكَ مِنْ دِينِكَ إِذَا هَانَتْ عَلَيْكَ صَلَاتُكَ وَأَنت أول مَا تسْأَل عَنْهَا يَوْم الْقِيَامَة
"Apa yang berharga dari agamamu jika sholatmu saja tidak berharga bagimu? Padahal pertanyaan pertama yang akan ditanyakan kepadamu pada hari kiamat adalah tentang sholat."
Seperti apa kamu mampu memperbaiki sholatmu, seperti itulah kamu akan mampu memperbaiki hidupmu.
Tidakkah kamu tahu bahwa sholat itu bergandengan dengan kesuksesan?
"Hayya 'alas sholah... hayya 'alal falaah..." artinya "Marilah melakukan sholat, marilah meraih kesuksesan"
Bagaimana mungkin kamu minta kesuksesan kepada Allah, sedangkan kamu tidak menunaikan hakNya?
استغفرالله العظيم
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang yang mendirikan sholat tepat pada waktunya.
Semoga kita selalu mendapat Ridho & Pertolongan-Nya..
Aamiin Aamiin Ya Robbal Aalamiin..

Dari sekian Tarbiyatul Awlaad

(pendidikan bagi anak-anak) yang diterapakan oleh para Salafus Shalih adalah seperti yang diutarakan oleh Habib Ali bin Abdurrahman Al-Masyhur. Beliau mengatakan, "Hal pertama yang diajarkan oleh Salafus Shalih kepada anak-anaknya ketika mereka masih kanak-kanak adalah mengucapkan, 'Radhiitu billaahi rabbaa wa bil islaami diinaa wa bi muhammadin nabiyyaa wa rasuulaa.'"
Kalimat tersebut sejalan dengan apa yang ditulis dalam kitab Zubad yang artinya, "Kewajiban pertama bagi seseorang adalah mengenal Tuhan dengan seyakin-yakinnya (Awwalu waajibin 'alal insaani # ma'rifatul ilaahi bis tiiqaani)
Dengan kata lain, kita kenalkan Allah, Islam dan Nabi Muhammad kepada buah hati kita sedari kecil, agar tertanam rasa cinta dan iman yang kuat di dalam hati mereka. Jika Allah, Islam dan Nabi Muhammad telah terpatri kuat dalam sanubari maka apapun yang dilakukan demi kemuliaan Allah, Islam dan Nabi Muhammad.

Wasiat Alhabib Salim Asy-Asyathiri

Berikut ini merupakan faedah dan ijazah yang disampaikan/ diwasiatkan oleh al-Allamah al-Habib Salim bin Abdullah Asy-Syathiri, semoga bermanfaat:
1) Membaca يا لطيف / Yaa Lathiif setiap hari pagi dan sore sebanyak 129 kali. Faedahnya: barang siapa yang melaziminya maka ia akan diliputi kelembutan oleh Allah disetiap urusannya.
2) Membaca سورة الفاتحة / Surat al-Fatihah sebanyak 41 kali disetiap waktu menjelang shubuh. Faedahnya: barang siapa yang melaziminya maka ia akan mendapat kefahaman dan penjagaan dan futuh tanpa susah payah.
3) Membaca يا سميع يا بصير / Yaa Samii'u Yaa Bashiir setiap hari sebanyak 100 kali. Faedahnya: barang siapa yang melaziminya maka do'anya mustajab.
والله أعلم
Ayyuhal-ikhwan, mari sama-sama kita katakan:
" قبلنا الاجازة/ Qabilnal-Ijazah."

Senin, 07 Maret 2016

DIALOG DENGAN WAHABI TENTANG DZIKIR TAHLILAN 7 HARI, HARI KE 40, 100 DAN 1000

Dialog Sesi 1

WAHABI: “Anda harus meninggalkan Tahlilan 7 hari, hari ke 40, 100 dan ke 1000. Kalau tidak, Anda akan masuk neraka!”

SUNNI: “Apa alasan Anda mewajibkan kami meninggalkan Tahlilan 7 hari, hari ke 40, 100 dan 1000?”

WAHABI: “Karena itu tasyabbuh dengan orang-orang Hindu. Mereka orang kafir. Tasyabbuh dengan kafir berarti kafir pula!”

SUNNI: “Owh, itu karena Anda baru belajar ilmu agama. Coba Anda belajar di pesantren Ahlussunnah wal Jama’ah, Anda tidak akan bertindak sekasar ini. Anda pasti malu dengan tindakan Anda yang kasar dan sangat tidak Islami. Ingat, Islam itu mengedepankan akhlaqul karimah, budi pekerti yang mulia. Bukan sikap kasar seperti Anda.”

WAHABI: “Kalau begitu, menurut Anda acara Tahlilan dalam hari-hari tersebut bagaimana?”

SUNNI: “Justru acara dzikir Tahlilan pada hari-hari tersebut hukumnya sunnah, agar kita berbeda dengan Hindu.”

WAHABI: “Mana dalilnya? Bukankah pada hari-hari tersebut orang-orang Hindu melakukan kesyirikan!?”

SUNNI: “Justru karena pada hari-hari tersebut, orang Hindu melakukan kesyirikan dan kemaksiatan, kita lawan mereka dengan melakukan kebajikan, dzikir bersama kepada Allah Swt. dengan Tahlilan. Dalam kitab-kitab hadits diterangkan:

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:ذَاكِرُ اللهِ فِي الْغَافِلِيْنَ بِمَنْزِلَةِ الصَّابِرِ فِي الْفَارِّيْنَ.

Dari Ibnu Mas’ud Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Orang yang berdzikir kepada Allah di antara kaum yang lalai kepada Allah, sederajat dengan orang yang sabar di antara kaum yang melarikan diri dari medan peperangan.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir no. 9797 dan al-Mu’jam al-Ausath no. 271. Al-Hafidz as-Suyuthi menilai hadits tersebut shahih dalam al-Jami’ ash-Shaghir no. 4310).

Dalam acara tahlilan selama 7 hari kematian, kaum Muslimin berdzikir kepada Allah, ketika pada hari-hari tersebut orang Hindu melakukan sekian banyak kemungkaran. Betapa indah dan mulianya tradisi Tahlilan itu.

WAHABI: “Saya tidak menerima alasan dan dalil Anda. Bagaimanapun dengan Tahlilan pada 7 hari kematian, hari ke 40, 100 dan 1000, kalian berarti menyerupai atau tasyabbuh dengan Hindu, dan itu tidak boleh!”

SUNNI: “Itu karena Anda tidak mengerti maksud tasyabbuh. Tasyabbuh itu bisa terjadi, apabila perbuatan yang dilakukan oleh kaum Muslimin pada hari-hari tersebut persis dengan apa yang dilakukan oleh orang Hindu. Kaum Muslimin Tahlilan. Orang Hindu jelas tidak Tahlilan. Ini kan beda.”

WAHABI: “Tapi penentuan waktunya kan sama!?”

SUNNI: “Ya ini, karena Anda baru belajar ilmu agama. Kesimpulan hukum seperti Anda, yang mudah mengkafirkan orang karena kesamaan soal waktu, bisa berakibat mengkafirkan Rasulullah Saw.”

WAHABI: “Kok bisa berakibat mengkafirkan Rasulullah!?”

SUNNI: “Anda harus tahu, bahwa kesamaan waktu itu tidak menjadi masalah, selama perbuatannya beda. Coba Anda perhatikan hadits ini:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ يَوْمَ السَّبْتِ وَيَوْمَ اْلأَحَدِ أَكْثَرَ مِمَّا يَصُومُ مِنْ اْلأَيَّامِ وَيَقُولُ إِنَّهُمَا عِيدَا الْمُشْرِكِينَ فَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أُخَالِفَهُمْ.

Ummu Salamah Ra. berkata: “Rasulullah Saw. selalu berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad, melebihi puasa pada hari-hari yang lain. Beliau Saw. bersabda: “Dua hari itu adalah hari raya orang-orang Musyrik, aku senang menyelisihi mereka.” (HR. Ahmad no. 26750, an-Nasa’i juz 2 halaman 146, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

Dalam hadits di atas jelas sekali, karena pada hari Sabtu dan Ahad, kaum Musyrik menjadikannya hari raya. Maka Rasulullah Saw. menyelisihi mereka dengan berpuasa. Sama dengan kaum Muslimin Indonesia. Karena orang Hindu mengisi hari-hari yang Anda sebutkan dengan kesyirikan dan kemaksiatan, yang merupakan penghinaan kepada si mati, maka kaum Muslimin mengisinya dengan dzikir Tahlilan sebagai penghormatan kepada si mati.

WAHABI: “Owh, iya ya.”

SUNNI: “Saya ingin tanya, Anda tahu dari mana bahwa hari-hari tersebut, asalnya dari Hindu?”

WAHABI: “Ya, baca kitab Weda, kitab sucinya Hindu.”

SUNNI: “Alhamdulillah, kami kaum Sunni tidak pernah baca kitab Weda.”

WAHABI: “Awal mulanya sih, ada muallaf asal Hindu, yang menjelaskan masalah di atas. Sering kami undang ceramah pengajian kami. Akhirnya kami lihat Weda.”

SUNNI: “Itu kesalahan Anda, orang Wahabi, yang lebih senang belajar agama kepada muallaf dan gengsi belajar agama kepada para kyai pesantren yang berilmu. Jelas, ini termasuk bid’ah tercela.”

WAHABI: “Terima kasih ilmunya.”

SUNNI: “Anda dan golongan Anda tidak melakukan Tahlilan, silakan. Bagi kami tidak ada persoalan. Tapi jangan coba-coba menyalahkan kami yang mengadakan dzikir Tahlilan.”

Dialog Sesi 2

Beberapa waktu yang lalu, setelah kami menulis status tentang dalil-dalil bolehnya dzikir Tahlilan 7 hari, hari ke 40, 100 dan 1000, dan bahwa hal tersebut tidak termasuk tasyabbuh yang dilarang, ada sebagian Wahabi yang menulis bantahan dan mengutip dari kitab al-Istinfar karya Syaikh Ahmad al-Ghumari dan al-Bidayah wa an-Nihayah karya al-Hafidz Ibnu Katsir asy-Syafi’i. Akan tetapi setelah kami lihat, ternyata argument bantahan tersebut sama sekali tidak mengena terhadap persoalan yang dibahas. Oleh karena itu, di sini kami tulis jawaban secara ilmiah.

WAHABI: “Kita tidak boleh shalat ketika matahari tepat terbit dan matahari tepat terbenam. Karena matahari terbit dan terbenam antara dua tanduk setan, dan orang kafir sujud pada saat itu. Maka kita dilarang tasyabbuh kepadanya!

صَلِّ صَلَاةَ الصُّبْحِ، ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَتَّى تَرْتَفِعَ، فَإِنَّهَا تَطْلُعُ حِينَ تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِينَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ

“Lakukan shalat Shubuh kemudian berhentilah shalat sampai terbitnya matahari hingga dia agak naik meninggi, karena matahari itu terbit antara dua tanduk setan dan saat itulah orang-orang kafir sujud.” Kemudian beliau Saw. juga bersabda di hadits yang sama:

ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلَاةِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَإِنَّهَا تَغْرُبُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِينَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ

“Kemudian hentikan shalat sampai terbenam matahari karena dia terbenam antara dua tanduk setan dan saat itulah orang-orang kafir bersujud.”

SUNNI: “Shalat memang beda dengan dzikir dan Tahlilan. Ketika matahari tepat terbit dan matahari tepat terbenam, shalat sunnah tidak boleh dilakukan. Tetapi untuk dzikir dan Tahlilan justru dianjurkan. Dalam kitab-kitab dijelaskan:

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من صلى الفجر فى جماعة ثم قعد يذكر الله حتى تطلع الشمس ثم يصلى ركعتين كانت له كأجر حجة وعمرة تامة تامة تامة.

Anas bin Malik Ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang menunaikan shalat Fajar (Shubuh), kemudian duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian shalat 2 rakaat, maka ia memperoleh pahala seperti pahala haji dan umrah sempurna sempurna sempurna.” (HR. at-Tirmidzi no. 586, dan berkata ini hadits hasan gharib).

عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ الْجُهَنِىِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ قَعَدَ فِى مُصَلاَّهُ حِينَ يَنْصَرِفُ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ حَتَّى يُسَبِّحَ رَكْعَتَىِ الضُّحَى لاَ يَقُولُ إِلاَّ خَيْرًا غُفِرَ لَهُ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ أَكْثَرَ مِنْ زَبَدِ الْبَحْرِ ».

Dari Sahal bin Mu’adz bin Anas al-Juhani, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang duduk di tempat shalatnya ketika selesai shalat Shubuh sampai menunaikan 2 rakaat shalat Dhuha, ia tidak berkata kecuali kebaikan, maka dosa-dosanya diampuni meskipun lebih banyak daripada buih di lautan.” (HR. Abu Dawud no. 1287, ath-Thabarani no. 442, al-Baihaqi no. 4686 dan Ahmad no. 15661).

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لأَنْ أَقْعُدَ أَذْكُرُ اللهَ وَأُكَبِّرُهُ وَأَحْمَدُهُ وَأُسَبِّحُهُ وَأُهَلِّلُهُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ رَقَبَتَيْنِ أَوْ أَكْثَرَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَمِنْ بَعْدِ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَ رِقَابٍ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ

Dari Abu Umamah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Seandainya aku duduk berdzikir kepada Allah, mengagungkanNya, memujiNya, bertasbih dan bertahlil kepadaNya hingga matahari terbit, lebih aku cintai daripada aku memerdekatan 2 budak atau lebih dari keturunan Ismail. Dan dari setelah shalat Ashar hingga matahari terbenam, lebih aku senangi daripada aku memerdekakan 4 orang budak dari keturunan Ismail.” (HR. Ahmad no. 22194, dan sanadnya hasan).

Dalam hadits-hadits di atas, dan hadits-hadits lain yang tidak kami sebutkan di sini sangat jelas bahwa waktu dzikir, termasuk Tahlilan dan Yasinan, lebih luwes dan lebih longgar daripada waktu shalat. Meskipun orang-orang kafir sedang menyembah matahari atau orang Hindu sedang melakukan ritual keagamaan, dzikir seperti Tahlilan tetap dianjurkan. Oleh karena itu, perkatan Syaikh Ahmad al-Ghumari dalam kitabnya al-Istinfar li Ghazw at- Tasyabbuh bi al-Kuffar halaman 33:

قال العلماء : نهى صلى الله عليه وسلم عن الصلاة في هذين الوقتين الذين يسجد فيهما الكفار للشمس وإن كان المؤمن لا يسجد إلا لله تعالى حسما لمادة المشابهة وسدا للذريعة. وفيه تنبيه على أن كل ما يفعله المشركون ينهى المؤمن عن ظاهره وإن لم يقصد التشبه فرارا من الموافقة في الصورة والظاهر.

“Para ulama mengatakan, Rasulullah Saw. melarang shalat di kedua waktu yang bersujud padanya orang-orang kafir kepada matahari, meskipun orang mukmin tidak sujud kecuali kepada Allah Ta’ala. Tujuannya adalah untuk memutus materi musyabahah (penyerupaan) dan menutup jalan. Di dalamnya juga ada peringatan bahwa setiap yang dilakukan kaum musyrikin maka kaum mukmin dilarang melakukannnya dari sisi dzahir yang sama meski dia tidak bermaksud menyerupai (orang musyrik itu) demi menghindarkan diri dari ketersesuaian dalam bentuk dan dalam dzahir (fenomena).”

Perkataan tersebut tidak dapat diartikan secara mutlak, mencakup terhadap semua bentuk ibadah seperti dzikir. Karena dzikir memang berbeda dengan shalat. Dalam hadits lain tentang dzikir, Rasulullah Saw. bersabda:

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَيْسَ يَتَحَسَّرُ أَهْلُ الْجَنَّةِ إِلا عَلَى سَاعَةٍ مَرَّتْ بِهِمْ لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ فِيهَا.

Mu’adz bin Jabal berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak pernah menyesal penduduk surga kecuali karena satu waktu yang mereka lalui, sedangkan mereka tidak mengisinya dengan dzikir kepada Allah.” (HR. al-Hakim, at-Tirmidzi juz 4 halaman 106, ath-Thabarani no. 182, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman no. 513 dan ad-Dailami no. 5244. Al-Hafidz ad-Dimyathi berkata: “Sanad hadits ini jayyid.” Lihat dalam al-Matjar ar-Rabihhalaman 205).

Hadits ini memberikan pesan, bahwa dzikir dianjurkan setiap saat, tanpa dibatasi dengan waktu. Oleh karena itu perkataan Syaikh al-Ghumari dalam al-Istinfar, demikian pula perkataan al-Hafidz Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, keduanya sepertinya mengutip dari Ibnu Taimiyah dalam Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim, tidak dapat diartikan secara mutlak. Bahkan Syaikh Ibnu Taimiyah sendiri, mengamalkan dzikir sejak selesai shalat Shubuh sampai matahari naik ke atas. Syaikh Umar bin Ali al-Bazzar, murid Syaikh Ibnu Taimiyah berkata:

فَإِذَا فَرَغَ مِنَ الصَّلاةِ أَثْنَى عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ هُوَ وَمَنْ حَضَرَ بِمَا وَرَدَ مِنْ قَوْلِهِ الَلَّهُمَّ اَنْتَ السَّلامُ وَمِنْكَ السَّلامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ ثُمَّ يُقْبِلُ عَلَى الْجَمَاعَةِ ثُمَّ يَأْتِيْ بِالتَّهْلِيْلاَتِ الْوَارِدَاتِ حِيْنَئِذٍ ثُمَّ يُسَبِّحُ اللهَ وَيَحْمَدُهُ وَيُكَبِّرُهُ ثَلاثًا وَثَلاثِيْنَ وَيَخْتِمُ الْمِائَةَ بِالتَّهْلِيْلِ كَمَا وَرَدَ وَكَذَا الْجَمَاعَةُ ثُمَّ يَدْعُو اللهَ تَعَالى لَهُ وَلَهُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ. وَكَانَ قَدْ عُرِفَتْ عَادَتُهُ؛ لاَ يُكَلِّمُهُ أَحَدٌ بِغَيْرِ ضَرُوْرَةٍ بَعْدَ صَلاةِ الْفَجْرِ فَلاَ يَزَالُ فِي الذِّكْرِ يُسْمِعُ نَفْسَهُ وَرُبَّمَا يُسْمِعُ ذِكْرَهُ مَنْ إِلَى جَانِبِهِ، مَعَ كَوْنِهِ فِيْ خِلاَلِ ذَلِكَ يُكْثِرُ فِي تَقْلِيْبِ بَصَرِهِ نَحْوَ السَّمَاءِ. هَكَذَاَ دَأْبُهُ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَمْسُ وَيزُوْلَ وَقْتُ النَّهْيِ عَنِ الصَّلاةِ. وَكُنْتُ مُدَّةَ إِقَامَتِيْ بِدِمَشْقَ مُلاَزِمَهُ جُلَّ النَّهَارِ وَكَثِيْراً مِنَ اللَّيْلِ. وَكَانَ يُدْنِيْنِيْ مِنْهُ حتَّى يُجْلِسَنِيْ إِلَى جَانِبِهِ، وَكُنْتُ أَسْمَعُ مَا يَتْلُوْ وَمَا يَذْكُرُ حِيْنَئِذٍ، فَرَأَيْتُهُ يَقْرَأُ الْفَاتِحَةَ وَيُكَرِّرُهَا وَيَقْطَعُ ذَلِكَ الْوَقْتَ كُلَّهُ ـ أَعْنِيْ مِنَ الْفَجْرِ إِلَى ارْتِفَاعِ الشَّمْسِ ـ فِيْ تَكْرِيْرِ تِلاَوَتِهَا. فَفَكَّرْتُ فِيْ ذَلِكَ؛ لِمَ قَدْ لَزِمَ هَذِهِ السُّوْرَةَ دُوْنَ غَيْرِهَا؟ فَبَانَ لِيْ ـ وَاللهُ أَعْلَمُ ـ أَنَّ قَصْدَهُ بِذَلِكَ أَنْ يَجْمَعَ بِتِلاَوَتِهَا حِيْنَئِذٍ مَا وَرَدَ فِي اْلأَحَادِيْثِ، وَمَا ذَكَرَهُ الْعُلَمَاءُ: هَلْ يُسْتَحَبُّ حِيْنَئِذٍ تَقْدِيْمُ اْلأَذْكَارِ الْوَارِدَةِ عَلَى تِلاَوَةِ الْقُرْآنِ أَوِ الْعَكْسُ؟ فرَأَى أَنَّ فِي الْفَاتِحَةِ وَتِكْرَارِهَا حِيْنَئِذٍ جَمْعاً بَيْنَ الْقَوْلَيْنِ وَتَحْصِيْلاً لِلْفَضِيْلَتَيْنِ، وَهَذَا مِنْ قُوَّةِ فِطْنَتِهِ وَثَاقِبِ بَصِيْرَتٍهٍ، اهـ .

“Apabila Ibn Taimiyah selesai shalat Shubuh, maka ia berdzikir kepada Allah bersama jamaah dengan doa yang datang dari Nabi Saw.: “Allahumma antassalam...” Lalu ia menghadap kepada jamaah, lalu membaca tahlil-tahlil yang datang dari Nabi Saw., lalu tasbih, tahmid dan takbir, masing-masing 33 kali. Dan diakhiri dengan tahlil sebagai bacaan yang keseratus. Ia membacanya bersama jamaah yang hadir. Kemudian ia berdoa kepada Allah Swt. untuk dirinya dan jamaah serta kaum Muslimin. Kebiasaan Ibn Taimiyah telah maklum, ia sulit diajak bicara setelah shalat Shubuh kecuali terpaksa. Ia akan terus berdzikir pelan, cukup didengarnya sendiri dan terkadang dapat didengar oleh orang di sampingnya. Di tengah-tengah dzikir itu, ia seringkali menatapkan pandangannya ke langit. Dan ini kebiasaannya hingga matahari naik dan waktu larangan shalat habis. Aku selama tinggal di Damaskus selalu bersamanya siang dan malam. Ia sering mendekatkanku padanya sehingga aku duduk di sebelahnya. Pada saat itu aku selalu mendengar apa yang dibacanya dan dijadikannya sebagai dzikir. Aku melihatnya membaca al-Fatihah, mengulang-ulanginya dan menghabiskan seluruh waktu dengan membacanya, yakni mengulang-ulang al-Fatihah sejak selesai shalat Shubuh hingga matahari naik. Dalam hal itu aku merenung: “Mengapa ia hanya rutin membaca al-Fatihah, tidak yang lainnya?” Akhirnya aku tahu –wallahu a’lam–, bahwa ia bermaksud menggabungkan antara keterangan dalam hadits-hadits dan apa yang disebutkan para ulama; yaitu apakah pada saat itu disunnahkan mendahulukan dzikir-dzikir yang datang dari Nabi Saw. daripada membaca al-Quran, atau sebaliknya? Beliau berpendapat, bahwa dalam membaca dan mengulang-ulang al-Fatihah ini berarti menggabungkan antara kedua pendapat dan meraih dua keutamaan. Ini termasuk bukti kekuatan kecerdasannya dan pandangan hatinya yang jitu.” (Syaikh Umar bin Ali al-Bazzar, murid Syaikh Ibnu Taimiyah, dalam al-A’lam al-‘Aliyyah fi Manaqib Ibn Taimiyah halaman 37-39).

Kesimpulan dari riwayat ini, sehabis shalat Shubuh Ibn Taimiyah berdzikir secara berjamaah, dan berdoa secara berjamaah pula seperti layaknya warga Nahdliyyin. Pandangannya selalu diarahkan ke langit (yang ini tidak dilakukan oleh warga Nahdliyyin). Sehabis itu, ia membaca surat al-Fatihah hingga matahari naik ke atas. Rutinitas Syaikh Ibnu Taimiyah tersebut memberikan kesimpulan, bahwa dzikir tetap dianjurkan meskipun orang kafir sedang menyembah matahari, atau orang Hindu sedang melakukan ritual keagamaan. Dzikir Tahlilan tetap berjalan kapan saja, termasuk 7 hari, hari ke 40, 100, 1000 dan lain-lain.Wallahu a’lam.

Jumat, 04 Maret 2016

Mengenang Sang Raja hati , Al Habib Mundzir al Musawwa

Saya tidak banyak mengenal sosok beliau dengan seksama , selain saya mendapati beliau adalah termasuk kalangan Habaib yang banyak dicintai oleh banyak pemuda – pemudi negeri ini . Itu bagi saya cukup menarik jika melihat fakta , bahwa betapa banyak Habaib yang lebih alim dari beliau , betapa banyak Habaib yang trah keluarganya lebih terkenal dari keluarga beliau , namun para pemuda – pemudi itu hati mereka lebih condong kepada diri beliau dibanding yang lainnya .
.
.
Saya kira hal itu terjadi karena setidaknya ada beberapa alasan pokok . Pertama , karena hakekat kemaqbulan yang beliau miliki selama hidupnya adalah Tauriyyah dari keagungan Guru Fath beliau , Sayyidinal Habib Umar bin Hafidz .
.
.
Kemaqbulan dan kemasyhuran yang beliau miliki adalah keagungan Gurunya yang di letakkan “ dengan sengaja “ oleh Sang Guru keatas pundaknya karena sesungguhnya keagungan semacam itu tidak pas /tidak tepat jika di letakkan di tanah Hadromaut yang mulia .
.
.
Tanah Hadromut adalah tanah yang di ciptakan Tuhan untuk rumah-rumah kekhumulan , ketasatturan , dan tidak akan kuat menerima hal-hal yang berlawanan dengan itu semua . Sebagaimana pernah terjadi saat kemasyhuran Al Quthub Ali Bin Muhammad Al Habsyi begitu memmpesona mata , para Auliya “ berbisik “ bahwa keagungan semacam ini tidak akan pernah Hadromut mampu kuat menahannya lama-lama.
.
.
Maka kemudian terjadi sebuah peristiwa-peristiwa di kota Sewun yang membuat Al Habib Ali memutuskan untuk mengekspor Majlis – Majlis agungnya yang selalu di datangi puluhan ribu orang itu ke Tanah Jawa melalui salah satu murid beliau , Al arif billah Al Habib Alwi bin Muhammad al Habasyi . Kepada muridnya ini , beliau mengirim sebuah surat perintah untuk :

“ Buatlah Majlis Maulid Tahunandi Jawa , dimana engkau kumpulkan banyak orang dari penjuru daerah untuk membaca untaian kisah Maulid ( simthud Durar ) ku ini dan engkau jamu mereka semua … “
.
.
Jadilah kemudian Majlis Maulid Habibana Ali Al Habasyi tersebar kepenjuru negeri ini dengan pesatnya , karena kemasyhuran dan kemegahan-kemegahan semacam ini Tanah Jawa adalah tempatnya .
.
.
Senada dengan itu , keagungan Habiban Umar bin Hafidz serta kemasyhurannya Tanah Hadromut tidak pas untuk mengayominya . Maka beliau “ titipkan” keagungannya itu kepada para murid beliau di luar Hadromut , dan salah satunya melalui Al Habib Mundzir al Musawa dengan Majlis Rasulullahnya .
.
Atau yang kedua , mungkin alasannya memang muncul dari pancaran rahasia spiritual Habib Mundzir sendiri . Dimana selama berdakwah , beliau selalu menyampaikannya dengan hati sanubari , bukan sekedar kemahiran mengumbar narasi di atas mimbar atau kelihaian dalam mengalahkan hujjah musuh-musih dakwahnya .
.
.
Sesungguhnya dakwah ( kalimat-kalimat ) yang meluncur dari ruang-ruang hati , akan menumbuhkan buah – buah kemaqbulannya .
.
.
Al Habib Mundzir tampaknya memang sudah terpilih untuk mengambil peran itu . Dirinya “ terpilih “ bahkan dimulai saat sepertinya keadaan tidak memungkinkannya.
Saat Al Habib Umar berkeliling Indonesia di awal tahun 90-an , untuk mencari calon murid yang akan beliau bawa ke Hadromut dan akan di didik disana , saat itu Habib Mundzir yang masih belajar di Madrasah Al Khairat sangat kepincut untuk dapat turut terpilih . Sayang sekali kuota calon santri itu sudah terpenuhi . Tidak ada lagi jatah tambahan .
.
.
Namun saat Al abib Umar berkunjung ke Al Khairat , dan itu kunjungan beliau yang terahir di saat itu , Allah Ta’ala “ memilih “ untuk turut menyertakan Habib Mundzir dalam rombongan calon-calon santri yang akan mendapat bea siswa ke Hadromut sana .
.
.
A Habib Ali Zainal Abidin Al Jufriy berkata :
“ Kami mengunjungi ma’had Al Khairat yang dipimpin oleh Al Habib Muhammad Naqib bin Syech Abi Bakar , dan jumlah pelajar yang akan dibawa oleh Sayyidi Al Habib Umar ke Tarim sudah terpenuhi .
.
.
Disaat aku duduk bersama para pelajar ma’had , seketika pandanganku tertuju kepada seorang pemuda yang sangat menarik perhatianku , sebab pancaran wajah dan ketawadhuannya . Maka aku berkata di dalam hati :
“ akan aku sampaikan kepada Sayyidi Umar tentang pemuda ini “
Ketika kami berdiri , pemuda itu datang menghampiri untuk menyalamiku . Aku bertanya kepadanya :
“ Siapa namamu ? “
Ia menjawab dengan sangat sopan dan penuh ketawadhuan :
“ Khadim ( pelayan)mu , Mundzir “
.
Kemudian Sayyidi Umar datang dan akupun mengabarinya tentang pemuda itu, lalu beliau bertanya :
“ mana pemuda yang engkau ceritakan itu ? “
Aku menjawab : “ Itu dia , pemuda yang memakai peci warna hijau … “
Maka Al habib Umar berkata :
“ Annak ini harus ada diantara mereka ( para calon santri ) dan dia tidak boleh di undur sampai angkatan kedua . “
.
.
Mendengar perintah itu , al Habib Umar bin Muhammad Maulakhela berinisiatif untuk menjadi penanggung biaya perjalanan Pemuda Mundzir itu ke kota Tarim , dan ini dihitung sebagai sebuah jasa besar habib Umar mulakhella yang selalu diceritakan dan di ingat Habib Mundzir di dalam majlis-majlisnya .
.
.
Al Habib Mundzir selama beberapa tahun memikul tanggung jawab besar amanah kemuliaan dakwah Gurunya . Sampai kemudian betul-betul secara fisik dan rukhani beliau sudah tidak kuat lagi menanggungnya , jika saj tidak ada perhatian ruhaniyyah dari para aslaf dan guru-gurunya .
.
.
Saat genap usianya 40 tahun , di suatu pagi beliau berkata kepada istrinya ;
“ Alhamdulillah , aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW dan aku mengadukan keadaanku kepada beliau , betapa beratnya beban dakwah dan telah lemah kekuatanku sehingga aku tidak mampu memikul beban ini .
Maka beliau memberiku kabar gembira , Rasulullah SAW berkata ;
“ MUROKH KHOSUN , WAL AMRU INDA UMAR … Aku beri ijin kemurahan kepadamu , dan dalam hal ini terserah Umar “
.
.
Maksud bagind nabi SAW dengan Umar adalah habib Umar bin Hafidz guru beliau . Dan benar juga akhirnya , di sore hari itu juga , beliau wafat meninggalkan dunia yang penuh kepayahan ini , menuju belaian kasih aslaf-aslafnya , wabil khusus baginda nabi Muhammad SAW al Mushthofa .
.
.
Habib salim , putra Habibana Umar bin Hafidz berkata :
“ Dari perkataan Habib Mundzir yang pernah aku dengar , dia berkata :
“ Wahai Salim , sungguh aku berharap ketika aku diletakkan kedalam kuburku , aku berharap Sayyidiy Umar mengangkat kedua tangannya dan berdoa kepada Allah ta’ala , YA ROBB …SUNGGUH AKU TELAH MERIDHOINYA ..
Ketika habib Mundzir wafat , perkataanku itu aku sampaikan kepada ayahku , dan beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata :
“ YA ROBB …ANNI ANHU RODHIN …wahai Tuhan kami , sungguh aku telah meridhoinya “
.
.
Sungguh mulia keadaan seorang murid yang meninggalkan dunia , sementara Gurunya yang Paripurna itu telah jatuh hati untuk meridhoinya .
“ Ya bahtak , Ya Mundzir “
Beruntung sekali dirimu , wahai Habib Mundhir . Maha Guru tuan pun memuji :
“ Anta mundzir , wa anta mubasyir …Enkau ini Mundzir , di dalam dirimu ada kabar gembira “
.
.
Pesona dan cahaya dalam diri Habib Mundzir begitu memppesona anak-anak negeri ini , Sebagaiman persaksian ba’dhus Shalihin dari Kota Tarim :
“ Wajhuka Nawwir ,,, anta Musy Mundzir , anta Muhammad Maula Jawa , war Royah Batakunu fi yadika …. Wajahmu bersinar bercahaya , ( laksana ) engkau ini bukan Mundzir , tetapi engkau adalah Seorang yang akan dipuji-puji ( Muhammad ) sang pemmilik Tanah Jawa . Dan bendera dakwah aka nada ditanganmu …”
.
.
Sesudah habib Mundzir tiada , anak-anak negeri ini hanya tinggal mendapatkan kemudahannya saja . Bendera dakwah Majlis rasulullah semakin hari berkibar dimana-mana . semakin hari semakin banyak anak-anak negeri yang ikut bersama mengibarkannya .
.
.
Alhamdulillah , menjadi mudah karena bagihan tersulitnya , beban – beban itu sudah terlebih dahulu Habib Mundzir al Musawwa yang memikulnya .
Jazallah anna Habiban Mundzir khoira . Jazalloh anna Habibana Mundzir ma huwa ahluh .
Semoga Allah membalas jasa habib Mundzir kepada kita dengan sebaik – baik balasan . semoga Allah membalas sesuai dengan apa yang beliau berhak mendapatkannya . Amin.
Ditulis oleh Muhajir Madad Salim
sumber

Memperoleh ilmu, futuh dan cahaya

Al Imam Al Habib Ali bin Hasan Alatas berkata :
ان المحصول من العلم والفتح والنور اعني الكشف للحجب، على قدر الادب مع الشيخ وعلى قدر ما يكون كبر مقداره عندك يكون لك ذالك المقدار عند الله من غير شك
" Memperoleh ilmu, futuh dan cahaya (terbukanya hijab2 batinnya), adalah sesuai kadar adabmu bersama gurumu. Kadar besarnya gurumu di hatimu, maka demikian pula kadar besarnya dirimu di sisi Allah tanpa ragu ".(Al Manhajus Sawiy).
Imam Nawawi ketika hendak belajar kepada gurunya, beliau selalu bersedekah di perjalanan dan berdoa, " Ya Allah, tutuplah dariku kekurangan guruku, hingga mataku tidak melihat kekuranganya dan tidak seorangpun yang menyampaikan kekurangan guruku kepadaku ". (Lawaqihul Anwaaril Qudsiyyah).
Beliau pernah mengatakan dalam kitab At Tahdzibnya :
"عقوق الوالدين تمحوه التوبة وعقوق الاستاذ لا يمحوه شيء البتة".
" Durhaka kepada orang tua dosanya bisa hapus oleh taubat, tapi durhaka kepada ustadzmu tidak ada satupun yang dapat menghapusnya ".
Al Habib Abdullah Al Haddad berkata : "Paling bahayanya bagi seorang murid, adalah berubahnya hati gurunya kepadanya. Seandainya seluruh wali dari timur dan barat ingin memperbaiki keadaan si murid itu, niscaya tidak akan mampu kecuali gurunya telah ridha kembali ". (Adaab Sulukil Murid ).
Seorang murid sedang menyapu madrasah gurunya, tiba2 Nabi Khidir mendatanginya. Murid itu tidak sedikitpun menoleh dan mengajak bicara Nabi Khidhir. Maka nabi Khidhir berkata : "Tidakkah kau mengenalku ? Murid itu menjawab : "Ya aku mengenalmu, engkau adalah Abul Abbas al Khidhir ".
Nabi Khidhir berkata : "Kenapa kamu tidak meminta sesuatu dariku ?".
Murid itu menjawab : "Guruku sudah cukup bagiku, tidak tersisa satupun hajat kepadamu ". (Kalam Al Habib Idrus al Habsyi ).
Al Habib Abdullah Al Haddad berkata : "Tidak sepatutnya bagi penuntut ilmu mengatakan pada gurunya : "perintahkan aku ini, berikan aku ini !" karena itu sama saja menuntut untuk dirinya. Tapi sebaiknya dia seperti mayat di hadapan orang yg memandikannya ". (Ghoyatul Qashad Wal Murad : 2/177)
Para ulama ahli hikmah berkata : "Barangsiapa yang mengatakan kenapa..? Kepada gurunya, maka dia tidak akan bahagia selamanya ".(Al- Fataawal Hadiitsiyyah).
Para ulama hakikat berkata :" 70% ilmu itu diperoleh sebab kuatnya hubungan antara murid dengan gurunya ". و الله اعلم
sumber

Jadilah orang wara'

Dari Abu Hurairah ra. 
Baginda Rasulullah saw bersabda "Jadilah orang wara' (menjaga diri dari dosa kecil dan perkara hina) maka kamu akan jadi orang yang paling giat beribadah, jadilah orang qana'ah (menerima dan ridla atas rizqi yang berikan Allah kepadanya) maka kamu akan menjadi orang yang paling bersyukur, cintailah orang lain sperti kami mencintari dirimu niscaya kamu akan jadi orang mukmin sejati, berbuat baiklah dengan tetangga niscaya kamu akan menjadi muslim sejati, kurangi tertawa, sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan hati”
(RISALAH AL-QUSYAIRIYYAH)

sumber

ajak dan doakan

"Mengajak tanpa do'a itu bentuk kesombongan. Sebab, bukan anda yang dapat memberikan hidayah, melainkan ALLAH SWT
Oleh karena itu, ajaklah dan do'akanlah".
(Sang Mufti Tarim Al Alim Al Allamah Al Faqih Al Habib Ali Masyhur bin Hafidz)
sumber

Kisah tentang Habib Munzir Almusawa

MENGENANG SANG RAJA SANUBARI
(Al-Habib Munzir Almusawa)
=====================
Tausyiah Al Habib Umar bin Idrus Bin Shahab ketika Menceritakan Kisah tentang Habib Munzir Almusawa
Terjemah Oleh Syeikh Ridwan Al Amri :
Beliau ini (Habib Umar bin Idrus) salah satu dari sahabat dekat Habibana Munzir, dahulu Habib Umar (bin hafidh) mempunyai kebiasaan, biasanya musim dingin, musim panas, supaya anak-anak ada refreshing sedikit, santri-santri itu dibawa, bukan di tarim aja tapi ke syhir yang ada di kota syihr, beliau bilang (Al Habib Umar bin Idrus) pernah satu hari, pada suatu malam saya cari Akhina Habib Munzir, saya cari ko gak ada, saya cari ke kamar gak ketemu, maka saya naik ke atas, ke lantai atas, saya dapati beliau ada di pojok lagi sendirian, padahal malam itu betul-betul dingin sekali, dan campur ada rintikan hujan grimis, beliau duduk sambil pegang tasbih, saya bertanya "Ya Habib, ini sekarang, malem kaya begini dingin-dingin kaya begini, bukan waktunya untuk tasibihan, bukan waktunya untuk tadzakir,udah masuk ke kamar istirahat, ternyata saya lihat beliau (Habib Munzir) menangis, kenapa ko ente nangis disini ? Ada apa masalahnya ?, beliau (Habib Munzir) bilang "ini rahasia, jangan cerita ke orang lain, saya sudah tiga malam ini tidak bermimpi ketemu Rasulullah SAW,"
Beliau (Habib umar bin idrus) tersenyum dan bilang "Ya Habib Munzir, banyak orang bukan tiga malem aje, berbulan bulan gak mimpi Rasulullah SAW, walaupun dia tholib 'ilm, walaupun mungkin dia orang alim, gak nangis seperti ente begini, baru tiga malem gak mimpi ente udah nangis"
Beliau (Habib Munzir) bilang "ana takut, ada dosa apa yang ana perbuat, sehingga memutuskan ana, mengihajabkan ana untuk bertemu dengan Rosulullah SAW"